Sementara di Indonesia, mengutip dari Rumaysho, Selasa (8/6/2020), Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan, berdasarkan fatwa Dewan Fatwa Perhimpunan Al Irsyad Nomor 030/DFPA/X/1441 tentang Panduan Ibadah di Masjid di Masa New Normal, intinya dalam kondisi pandemi global virus corona (covid-19) seperti sekarang, di satu sisi rasa takutnya tidak sedahsyat ketika peperangan, namun bahaya ini lebih sulit dihindari daripada serangan musuh nyata. Musuh di medan perang dapat dilihat dan dihindari, sedangkan virus corona tidak dapat dilihat.
Selanjutnya muncul fakta bahwa penderita covid-19 yang berstatus orang tanpa gejala (OTG) jumlahnya mencapai 80 persen. Kemudian sifat penyakit ini sangat-sangat mudah menular, ditambah banyak orang kurang disiplin menjalankan protokol kesehatan. Akhirnya menjadikan virus corona makin berbahaya dan sulit dihindari.
Sedangkan musuh di peperangan hanya membahayakan mereka yang berada di lokasi. Sementara virus corona menyerang siapa saja, termasuk yang berada di rumah, bila ada penghuni sering keluar dan tertular lalu tidak menjaga kebersihan ketika pulang, maka keluarganya dapat ikut tertular.
Hal-hal tersebut juga menjadi fakta yang tidak dapat diabaikan, bahkan sejumlah tenaga medis ada yang menulari keluarganya tanpa disengaja.
Apalagi banyak daerah masih memiliki fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang sangat terbatas, atau bahkan sudah kewalahan menghadapi banyaknya korban covid-19, maka penerapan “new normal” di daerah tersebut justru semakin meningkatkan risiko tertular. Lain halnya dengan daerah yang sudah melewati puncak pandemi dan fasilitas serta tenaga medisnya lebih memadai, sehingga bahayanya lebih kecil.
Tentunya, semua fakta tersebut menjadikan bahaya virus corona tidak boleh diremehkan, lalu mewajibkan kaum Muslimin kembali meramaikan masjid dengan alasan bahwa sholat berjamaah hukumnya wajib. Padahal menurut para ahli, kondisi “new normal” justru sangat berpotensi menimbulkan gelombang kedua yang diprediksi akan memakan lebih banyak korban jiwa.
Kesimpulannya, bila ada sebagian kalangan yang belum berani atau masih khawatir sholat berjamaah di masjid walaupun setelah dibuka kembali, maka ia masih mendapat udzur syari. Dalam kondisi ini, berlaku kaidah:
دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصْلَحَةِ
Artinya: “Mencegah kerusakan lebih diprioritaskan dibanding mendatangkan kemaslahatan baru.” (Okz)