Eramuslim – BERJABAT tangan setelah salat merupakan kebiasaan sebagian umat Islam di Nusantara. Potret seperti ini sering ditemukan di surau-surau, musala, dan bahkan masjid.
Lalu bagaimana hukum berjabat tangan setelah salat? Dikutip dari laman resmi Pesantren Lirboyo, dalam suatu hadis disebutkan:
عَنْ الْبَرَّاء قَالَ: قَلَ رَسُوْلُ اللّه : مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إلّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ اَنْ يَفْتَرِقَا — رواه احمد وابو داوود والترمذي وابن ماجه
Artinya: “Dari Al-Barra ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah dari dua orang Muslim yang bertemu lalu saling bersalaman melainkan telah diampuni dosanya sebelum mereka berpisah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Al-Imam Al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi dalam Kitab al-Jami’ as-Shaghir menyatakan bahwa hadis ini merupakan hadis yang berpredikat hadis hasan (bagus sanadnya).
Hadis di atas jika dibaca secara tekstual saja, tentu hanya menjelaskan tentang berjabat tangan secara umum saja, tidak terkhusus berjabat tangan setelah salat atau sebelumnya.
Lalu bagaimana ketika bersalaman setelah salat? Dalam hadis disebutkan:
قَالَ كَعْبُ بنُ مَالِكٍ : دَخَلْتُ المَسْجِدَ فَإِذَا بِرَسُولِ اللّه فَقَامَ إِلَى طَلْحَةَ بن عُبَيْد اللّه يُهَرْوِلُ حَتَّى صَافَحَنِى وَهَنَّأَنِى — رواه البخارى
Artinya: “Sahabat Ka’ab bin Malik berkata: ketika aku masuk masjid, saat itu Rasulullah SAW telah ada di masjid, lalu Tholhah ibn Ubaidillah bergegas berdiri menyambutku, hingga berjabat tangan dan mengucapkan selamat kepadaku.” (HR. Bukhari).