Hukum Uang Baru Rp 75 Ribu Dijual Jutaan

Ustadz Oni menjelaskan hal ini merujuk pada hadits dari Ubadah bin Shamit yang berbunyi: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.” (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah).

Dan juga hadits dari Umar al-Faruq, yang berbunyi; “(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.” (HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

 

Ustadz Oni menjelaskan para ahli fiqih berpendapat kata emas dalam hadits tersebut dimaksudkan sebagai alat tukar. Oleh karena itu, setiap alat tukar yang diterbitkan oleh otoritas suatu negara menjadi alat pembayaran yang sah.

Maka, masuk dalam kategori tersebut sehingga harus sama nominalnya dan dilakukan secara tunai apabila hendak melakukan tukar-menukar. “Yang menjadi referensi juga adalah maqashid atau target dibolehkannya alat pembayaran seperti rupiah.

“Menurut Islam, alat tukar mata uang tetap harus difungsikan sebagai alat pembayaran yang seharusnya menghasilkan barang dan jasa,” kata Ustadz Oni.

Ia mengatakan uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditi selama mata uang tersebut tetap berlaku sebagai alat pembayaran menurut otoritas. Maka jual beli uang baru pecahan Rp 75 ribu seharga jutaan rupiah lewat daring seperti yang ramai dilakukannya belakangan ini tidak sesuai dengan tuntunan hadits dan maqashid di atas. (rol)