“Ketika waktu salat wajib sudah tiba namun seseorang berada dalam perjalanan, dan apabila ia turun untuk melakukan salat (secara sempurna) dengan menghadap kiblat sehingga khawatir akan tertinggal dari rombongannya atau khawatir terhadap dirinya maupun hartanya, maka tidak boleh baginya untuk meninggalkan salat dan tidak melaksanakan salat pada waktunya. Akan tetapi ia berkewajiban salat di atas kendaraan untuk menghormati waktu serta wajib mengulangi salat karena hal itu tergolong udzur yang tergolong jarang.” (An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, III/242).
Salat di dalam kendaraan sering kali tidak bisa dilakukan secara sempurna, baik dari segi arah kiblat, posisi tubuh atau bahkan alat bersuci . Maka yang harus dilakukan ialah melakukan dengan semampunya, baik hanya dengan duduk atau isyarat, menghadap kiblat atau pun tidak, dalam keadaan suci atau tidak. Semuanya dilakukan semampunya namun masih memiliki kewajiban mengulangi salat (i’adah) setelah selesai dari perjalanan tersebut. (As-Syafi’i, al-Umm, I/98). (okz)