2. Pendapat kedua:
Ulama lain mengatakan bahwa parfum beralkohol adalah suci, sehingga tidak diharamkan untuk memakainya. Adapun dalil dari Alquran yang secara tegas menyatakan bahwa khamr itu rijs (najis), Imam Rabiah dari kalangan malikiyyah, Imam Asy-Syaukani, dan Imam Ash-Shanani mengatakan bahwa maksud dari rijs adalah rijs secara manawi, bukan zatnya yang najis.
Dan pendapat kedua ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitabnya Shahih Muslim, bahwa ada laki-laki yang datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dengan membawa khamr di suatu wadah untuk dipersembahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Namun setelah ia mengetahui bahwa khamr itu telah diharamkan, ia lalu menumpahkan khamr tersebut dihadapan Nabi, dan Nabi tidak ingkar atas perbuatan laki-laki tersebut. Nabi juga tidak memerintahkan laki-laki tersebut untuk mencuci wadahnya yang digunakan untuk wadah khamr tersebut.
Syekh Abdul Wahhab bin Ahmad Al-Anshari, yang masyhur dengan nama Imam Asy-Syarani, mengatakan dalam kitabnya Al-Mizanu Al-Kubra, bahwa Imam Abu Daawud mengatakan kalau khamr itu suci beserta haramnya khamr tersebut untuk dikonsumsi. Bahkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berpendapat bahwa pendapat yang Shahih adalah khamr itu suci, sehingga ketika dibuat untuk parfum atau minyak wangi tidak haram.
Jadi, ada dua pendapat diantara Ulama. Ada yang mengatakan bahwa khamr (alkohol) itu najis, karena adanya dalil yang secara jelas dari Alquran yang menyatakan najisnya khamr, sehingga diharamkan memakai parfum beralkohol.
Ulama lain mengatakan bahwa khamr tidak najis. Adapun dalil dari Alquran yang menyatakan bahwa khamr itu najis, itu di tafsiri bahwa najisnya khamr adalah secara manawi, bukan zatnya yang najis. Yang diharamkan adalah meminumnya, seperti pendapat Abu Dawud di atas. (Inilah)