Menanggapi kasus penggunaan masker, syekh Muhammad As-Syatiri menjelaskan:
وَيَجُوْزُ لَهَا لُبْسُ النَّظَّارَةِ وَالْاِمَامُ الشّافِعِيًّ شَدَّدَ عَلَيْهَا وَيُلْزِمُهَا بِالْفِدْيَةِ اِذَا سَتَرَتْ وَجْهَهَا خَوْفًا مِنَ الْفِتْنَةِ لَكِنْ يُحْمِلُهَا قَوْلُ الْاِمَامِ اَحْمَدَ بِعَدَمِ الْفِدْيَةِ
“Diperbolehkan bagi perempuan untuk memakai kacamata. Dan Imam Syafi’i menekankan hal tersebut dan mewajibkan membayar fidyah pada perempuan yang menutup wajahnya karena khawatir adanya fitnah. Namun pendapat Imam Ahmad (pendiri madzhab Hanbali) mengarahkan bahwa tidak ada keharusan membayar fidyah.”[2]
Jadi bagi perempuan memakai kacamata hukumnya boleh, sebab tidak melekat secara langsung pada wajah. Namun penggunaan masker tidak diperbolehkan kecuali ada kebutuhan (hajat) dan tetap mewajibkan membayar fidyah menurut ulama Syafi’iyyah, sedangkan menurut ulama Hanabilah tidak wajib membayar fidyah. (Okz)