Eramuslim -PADA bulan Rajab setan-setan dilempari dan dikutuk supaya tidak mengganggu atau menggoda orang-orang saleh dan salehah. Hal itu menjadikan bulan ini istimewa bagi umat Islam.
Kemudian untuk menghargai bulan Rajab, setiap Muslim dianjurkan menjalankan amalan-amalan sunah, contohnya puasa Rajab. Hanya saja dalam pelaksanaan puasa tersebut muncul pertanyaan, bagaimana hukum menggabungkannya dengan puasa qadha atau puasa Ramadan yang terpaksa ditinggalkan tahun lalu dan hendak ditunaikan sekarang?
Menjawab pertanyaan tersebut, Wakil Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), KH Sirril Wafa mengatakan hukumnya mubah atau boleh.
“Boleh, tapi yang diutamakan puasa qadhanya. Puasa qadha sebagai niat utama, sementara puasa sunah Rajab sebagai niat keduanya (yang mengikutinya),” ujarnya saat dihubungi Okezone, Senin (24/2).
Sementara itu Ketua Ikatan Sarajana Quran dan Hadist Ustadz Fauzan Amin menuturkan, wajib mendahulukan sesuatu yang hukumnya memang diwajibkan, misalnya melaksanakan puasa qadha atau puasa Ramadan yang sempat ditinggalkan dan hendak ditunaikan pada Rajab.
“Wajib mendahulukan perintah wajib daripada perintah sunah. Puasa qadha hukumnya wajib, dan jika tidak dilakukan dosa. Sementara puasa Rajab hukumnya sunah, jika ditinggal tidak dosa,” ucapnya kepada Okezone.
Lebih lanjut, kata dia, jika keduanya digabungkan antara puasa sunah Rajab dan puasa qadha, hukumnya sah apabila dilakukan dengan niat berpuasa secara mutlak.
“Artinya tidak disyaratkan ta’yin (menentukan jenis puasanya). Contoh berniat ‘Aku niat puasa karena Allah’ tidak perlu ditambahkan karena melakukan kesunahan puasa Rajab,” terangnya.