Hukum Menerima Beasiswa Rokok

Setelah mengetahui pemaparan dalil-dalil di atas, maka sebagai bentuk kehati-hatian terhadap hal yang haram, semaksimal mungkin tidak menggunakan beasiswa dari perusahaan rokok tersebut. Selain itu, sebagaimana dalam kaidah ushul fikih,

مَا حَرَّمَ أَخْذُهُ حَرَّمَ أَكْلُهُ

Segala sesuatu yang haram cara mendapatkannya, maka haram pula untuk memakannya.”

Adanya lembaga-lembaga zakat sebenarnya telah berusaha untuk mengantisipasi permasalahan ini, dengan upaya memberikan beasiswa kepada pelajar yang berprestasi terutama bagi mereka yang kurang mampu. Hanya saja usaha tersebut belum memenuhi semua kebutuhan yang ada, sehingga mau tidak mau karena kondisi yang tidak memungkinkan mengakibatkan seseorang untuk menggunakan beasiswa dari perusahaan rokok tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran bagi umat Islam untuk selalu membayar zakat sehingga dapat menambah dana untuk beasiswa pendidikan.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat dan hadis di atas, bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib, yang dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari mewujudkan kemaslahatan baik bagi yang bersangkutan maupun bagi masyarakat. Hal ini dalam maqasid syari’ah (tujuan hukum Islam) termasuk kebutuhan yang dlaruri yaitu kebutuhan yang harus ada. Untuk menjaga tujuan yang dlaruri, jika tidak ada sarana yang lain kecuali yang dilarang, maka yang dilarang ini pun boleh untuk dilakukan atau diterima. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fikih,

الضَّرُورَةُ تُبِيحُ الْمَحْضُورَاتِ.

Kedaruratan itu membolehkan yang madarat.”

Dengan demikian, hukum menggunakan beasiswa dari perusahaan rokok pada dasarnya tidak dapat dibenarkan kecuali apabila dalam keadaan yang sangat terpaksa yakni tidak ada cara lain lagi untuk mendapatkan beasiswa lainnya. Dengan kata lain, memperoleh beasiswa dari perusahaan rokok dapat dibenarkan apabila dalam keadaan darurat, atau tidak ada cara lain untuk memperoleh biaya pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. (Rol)

Wallahu a‘lamu bish-shawaab

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 24 Tahun 2019