Eramuslim – DIANTARA bentuk melangkahi orang yang dilarang secara syariat adalah melangkahi pundak dua orang yang sedang duduk, ketika khatib sedang berkhutbah.
Abdullah bin Busr radhiyallahu anhu bercerita, “Ada seseorang, dia melangkahi pundak-pundak jamaah ketika jumatan. Sementara Nabi shallallahu alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan orang ini, “Duduk!, kamu mengganggu, datang telat” (HR. Abu Daud 1118, Ibn Majah 1115 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam hadis ini, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan alasan larangan melangkahi pundak dua orang yang sedang duduk berdampingan. Alasan itu adalah sangat mengganggu. Karena itu, para ulama seperti Imam al-Albani, Al-Ubaikan dan yang lainnya menilai, semua tindakan melangkahi yang itu mengganggu, hukumnya dilarang.
Syaikh al-Albani pernah ditanya, apakah melangkahi pundak dua orang yang sedang duduk berdampingan hanya berlaku untuk jumatan? Bagaimana jika ada orang yang maju, mencari tempat yang kosong di depan, untuk selain jumatan, misalnya kajian.
Jawaban beliau, “Maju mencari tempat kosong di depan semacam ini, termasuk ketika jumatan, keduanya secara hukum sama, karena ada kesamaan dalam illah (alasan). Alasannya adalah mengganggu. Mengganggu orang mukmin, tidak boleh. Baik pada hari jumat atau di selain hari jumat. Baik di tempat shalat, misalnya tempat shalat id atau perkumpulan di masjid jami.”