Sedang jawaban mengenai pemahaman hadits di atas dapat diambil dari beberapa argumen seperti yang dikemukakan oleh Al-Khiththaby sebagaimana berikut:
- Hadits di atas ditanyakan kesahihannya
- Sebagaimana jawaban al-Qaffal di atas
- Pelarangan dalam hadis di atas adalah pelarangan yang bersifat tanzih bukan mengarah pada pengharaman dalam pengertian melarang kebiasaan manusia yang saling toleransi dan mencari-cari kucing (untuk diperjualbelikan hingga melalaikan segalanya dan tiada berfaedah).
Namun demikian argumen yang pertama yang meragukan kesahihan hadis ini, menurut Imam Nawawi tidak dapat dibenarkan, karena hadis yang diriwayatkan Imam abu Daud didukung oleh hadis yang terdapat dalam kitab shahi Muslim Raudhatu Al-talibin wa ‘Umdat Al-Muftin Juz 3 Halaman 400, dari riwayat sahabat Jabir sebagaimana berikut:
42 – (1569) عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، قَالَ: سَأَلْتُ جَابِرًا، عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ؟ قَالَ: «زَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ
Diriwayatkan dari Abu Zubair, ia bertanya kepada Jabir tentang uang (yang dihasilkan dari jual-beli) anjing dan kucing. Maka Jabir menjawab “Nabi SAW melarang hal itu.” (HR. Muslim No. 1569-(42).
Diterangkan pula dalam kitab Asnaa al-Mathaalib 2/31:
وَيَجُوزُ بَيْعِ الْهِرَّةِ الْأَهْلِيَّةِ وَالنَّهْيُ عن ثَمَنِ الْهِرَّةِ كما في مُسْلِمٍ مُتَأَوَّلٌ أَيْ مَحْمُولٌ على الْوَحْشِيَّةِ إذْ ليس فيها مَنْفَعَةُ اسْتِئْنَاسِ وَلَا غَيْرُهُ أو الْكَرَاهَةُ فيه لِلتَّنْزِيهِ.
“Dan boleh menjual-belikan kucing rumahan. Sedang pelarangan pengambilan uang hasil penjualan kucing dalam hadis Muslim dita’wil bahwa kucing yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah kucing liar, karena tiada manfaat sebagai penghibur dan lainnya. Sedangkan pencegahan dalam hadis tersebut tergolong makruh tanzih.”
Demikian dipaparkan Ustadz Jailani, mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, sebagaimana dikutip dari laman Tebuireng pada Kamis (13/2/2020). (okz)