Pada masa Rasulullah terdapat di antara kalangan Muslim, yakni Syarik bin Sahma yang dituduh Hilal bin Umayyah telah berzina dengan istrinya. Maka Rasulullah pun memerintahkan untuk mengajukan saksi dan mengingatkan bahwa apabila tidak terpenuhi maka penuduh dikenakan hukuman //had//. Oleh karena itu, menurut Pimpinan Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat, ketentuan empat saksi tidak bisa digantikan oleh video rekaman.
“Dalam masalah persaksian, apalagi khususnya dalam kasus zina, maka syaratnya persaksian itu harus melihat langsung, bukan dengan gambar atau video atau melalui CCTV dan sebagainya, tidak bisa itu,” ujar Ustaz Ahmad Sarwat kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Menurut Ustaz Sarwat, di antara syarat melihat langsung perbuatan zina adalah saksi-saksi harus melihat dengan mata yang awas. Bila terdapat salah satu saksi yang rabun atau harus menggunakan alat bantu dalam melihat maka kesaksiannya tidak dapat diterima. Demikian dengan orang yang sudah harus pakai kacamata. Menurut dia, kesaksiannya sudah tidak bisa diterima.
“Matanya itu harus dua, jadi kalau ada orang yang matanya tinggal satu, misalnya, itu tidak bisa diterima sebagai orang yang bersaksi. Jadi, ibaratnya orang ngintip, itu lubangnya harus ada delapan karena saksinya ada empat dan masing-masing punya dua bola mata. Delapan lubang itu harus berfungsi karena dia memang untuk menyaksikan. Maka kalau hari ini ada rekaman orang berzina lalu viral, maka yang menonton itu tidak bisa dikatakan sebagai saksi,” ujar Ustaz Sarwat.
Para ulama berpendapat, syarat-syarat saksi secara umum adalah harus baligh, artinya kesaksian seorang anak kecil tidak dapat diterima. Selain itu, saksi harus berakal, yakni mengetahui hak dan kewajiban, mudharat, dan manfaat. Oleh karena itu, kesaksian orang gila tidak dapat diterima.