Mengkonsumsi minyak ular piton adalah haram sedangkan mengkonsumsi madu adalah halal. Menggabungkan antara sesuatu yang haram dan halal, tidak serta merta dapat mengubah hukumnya menjadi halal, akan tetapi dimenangkan yang haram.
Seperti dilansir dari Suara Muhammadiyah, berdasarkan kaidah fikih, apabila berkumpul antara yang halal dan haram pada saat yang bersamaan, maka dimenangkan yang haram.
Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada meraih maslahat.
Mengenai tujuan mengkonsumsi minyak ular piton yang dicampur madu sebagai upaya pengobatan, maka hukumnya tetap haram. Kecuali jika dalam keadaan darurat, yakni suatu keadaan yang akan mengancam terhadap keselamatan jiwa seseorang dan menurut para ahli di bidang pengobatan belum ditemukan sama sekali obat yang halal dan efektif menyembuhkan penyakit tersebut. Dalam keadaan darurat seperti itu, berobat dengan sesuatu yang haram boleh dilakukan. Dalam kaidah fikih disebutkan,
Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang.
Namun kebolehan ini hanya sekedar yang diperlukan, sebagaimana kaidah fikih yang menyatakan, apa yang dibolehkan karena keadaan darurat, diukur sekadar kedaruratannya.
Hal yang menyatakan kebolehan dan keefektifan obat tersebut adalah para ahli di bidangnya, yaitu dokter yang berkompeten, berdasarkan Hadits Nabi SAW.
Apabila urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya (HR al-Bukhari no. 59).
Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjelaskan, sebagai kesimpulan, hukum asal berobat dengan mengonsumsi minyak ular piton di campur madu adalah haram, tetapi dibolehkan ketika dalam keadaan darurat dan yang menyatakan kebolehannya serta keefektifannya adalah dokter yang kompeten. (okz)