Menurut Ibnu Hazm, kebolehan tersebut dengan catatan sepanjang negara non-Muslim tempat tujuan migrasi itu ada jaminan kesalamatan dan keamanan, termasuk jaminan menjalankan kehidupan dan menjalankan ajaran agamanya di sana.
Namun, jika di sana justru akan menimbulkan kemudaratan, baik secara personal maupun akidah dan kepercayaan, apalagi ia akan dimanfaatkan untuk membongkar rahasia negerinya sendiri, maka hukumnya haram.
Namun, dalam konteks masyarakat modern sekarang ini, dunia Internasional relatif sudah jauh lebih baik daripada masa Nabi atau sahabat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengatur secara khusus nasib dan kehidupan para pengungi. Dengan demikian, menurut Prof Nasaruddin, migrasi atau hijrah seorang Muslim ke negara-negara non-Muslim insya Allah sah dan boleh. (rol)