Assalamu’alaikum wr. wb.
Mudah-mudahan Ustadz selalu dirahmati oleh Allah SWT. To the point saja Pak Ustadz: Apa hukumnya belajar Bahasa Arab? Ada yang bilang Sunnah Rasul? Apa betul itu? Soalnya ana sekarang sedang belajar Bahasa Arab, untuk memotivasi ana dalam belajar Bahasa Arab. Syukron.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kesimpulan ringkasnya begini, belajar bahasa Arab buat umat Islam yang awam hukumnya sunnah. Namun buat mereka yang aktif dalam kegiatan dakwah dan menyampaikan ajaran Islam, hukumnya fardhu, bahkan fardhu ‘ain.
Mengapa dibedakan?
Dibedakan karena keduanya memang berbeda. Umat Islam yang awam itu adalah orang yang menggantungkan segala sesuatunya tentang agama ini dari orang lain. Kadang disebut juga dengan muqallid, yaitu orang yang bertaqlid dalam urusan agama kepada orang lain.
Baginya, tidak masalah bila tidak menguasai bahasa Arab, sebab dia tidak pernah punya kewajiban untuk menyampaikan atau mendakwahkan agama Islam ini kepada orang lain. Agama yang dijalankannya hanya dalam format yang minimal sekali.
Dan secara hukum, orang yang shalat dan berdoa meski tidak paham apa yang dibacanya, tetap sah hukumnya. Meski hal itu sangat tidak wajar dan sangat tidak beretika kepada Allah. Bayangkan, shalat dan doa itu adalah dialog yang Allah tetapkan buat kita, tapi dengan enaknya kita acuh saja dengan kesempatan itu. Bahkan lafadz shalat dan doa pun hanya kita ucapkan bak burung beo, tanpa pernah kita pahami maknanya.
Namun shalat dengan tanpa memahami maknanya tetap sah dan kewajiban shalat telah gugur. Walau pun dari segi moral dan akhlaq kepada Allah sangat kurang. Sebab kita berdialog dengan-Nya tanpa memahami apa yang kita bicarakan.
Sedangkan buat para juru dakwah, aktifis, serta mereka yang terlibat dengan beragam aktifitas keIslaman lainnya, hukumnya wajib untuk belajar bahasa Arab.
Sebab semua rujukan agama Islam hanya dari bahasa Arab, mulai dari Al-Quran, Asunnah, kitab-kitab rujukan dan bahkan semua dokumen tertulis dalam bahasa Arab. Mustahil seseorang mengenal dan mengerti ajaran Islam tanpa menguasai bahasa Arab. Dan otomatis mustahil juga dia menjadi da’i atau juru dakwah.
Paling jauh, dia hanya boleh bicara tentang aspek-aspek luar dan paling mendasar saja. Selebihnya, tentu merupakan wilayah yang tak terjamah, kecuali oleh mereka yang punya kapasitas tertentu, yaitu penguasaan bahasa Arab sebagai dasar dan penguasaan ilmu-ilmu syariah sebagai bangunan di atasnya.
Padahal masyarakat tidak bisa membedakan mana juru dakwah yang mengerti syariah dan mana yang terbatas ilmunya. Dalam pandangan mereka, ketika seorang sudah tampil ceramah, berpeci dan berpidato, semua dianggap mengerti syariah. Dan otomatis selalu dijadikan rujukan pertanyaan yang terkait dengan syariah. Lalu ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, secara legowo dia mengaku terus terang bahwa dirinya tidak mengerti hal itu. Dan ini tentu mengecewakan audience-nya. Kedua, entah karena malu atau gengsi, dia tetap berupaya menjawab sebisa-bisanya, meski tidak yakin jawabannya benar atau salah. Dan ini tentu sebuah dosa.
Karena itulah tidak ada jalanlain buat para aktifis dakwah, kecuali secara sadar mulai menyiapkan diri dan meluangkan waktu untuk belajar bahasa Arab. Karena bahasa Arab itu kunci untuk memahami syariah, tafsir, hadits dan lainnya.
Alasan sibuk, tidak ada waktu, banyak amanah, kelebihan beban dan sebagainya merupakan alasan yang selalu muncul. Alasan seperti ini hanya alasan klasik yang setiap orang sudah mengucapkannya sejak zaman dahulu kala. Nyaris tidak ada gunanya mengemukakan alasan kuno seperti ini.
Kesibukan dakwah memang tidak ada habisnya kalau mau dituruti, Undangan ceramah, mengisi pengajian, menjadi nara sumber dan berbagai aktifitas lainnya, memang penting. Tapi apalah arti semua itu, ketika ruang lingkup pembicaraan kita hanya terbatas pada kulit-kulit terluar dari Islam?
Maka hukum belajar bahasa Arab buat para juru dakwah adalah fardhu ‘ain. Tidak gugur kewajiban itu kecuali yang bersangkutan sudah mampu berbahasa Arab dengan benar.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.