Eramuslim – LAZIMNYA dalam sebuah acara resepsi pernikahan, para tamu yang datang memasukkan amplop ke kotak yang disediakan sebelum menyalami kedua mempelai di atas pelaminan.
Kebiasaan seperti itu sudah lumrah terjadi di setiap acara resepsi pernikahan di Indonesia. Muncul pertanyaaan, apakah amplop yang diberikan tersebut termasuk kategori utang atau murni hadiah?
Terkait hal ini, Sayyid Abi Bakr Syato ad-Dimyati menjelaskan dalam Kitab I’anah at-Thalibin:
وَمَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ فِيْ زَمَانِنَا مِنْ دَفْعِ النُّقُوْطِ فِي الْأَفْرَاحِ لِصَاحِبِ الْفَرْحِ فِيْ يَدِهِ أَوْ يَدِ مَأْذُوْنِهِ هَلْ يَكُوْنُ هِبَّةً أَوْ قَرْضًا؟ أَطْلَقَ الثَّانِيَ جمْعٌ وَجَرَى عَلَى الْأَوَّلِ بَعْضُهُمْ… وَجَمَّعَ بَعْضُهُمْ بَيْنَهُمَا بِحَمْلِ الْأَوَّلِ عَلَى مَا إِذَا لَمْ يُعْتَدِ الرُّجُوُعُ وَيَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْأَشْخَاصِ وَالْمِقْدَارِ وَالْبِلَادِ وَالثَّانِيْ عَلَى مَا إِذَا اِعْتِيْدَ وَحَيْثُ عُلِمَ اخْتِلَافٌ تَعَيَّنَ مَا ذُكِرَ
Artinya: “Kebiasaan yang berlaku di zaman kita, yaitu memberikan semacam kado hadiah perkawinan dalam sebuah kondangan, baik secara langsung kepada orangnya atau kepada wakilnya, apakah semacam itu termasuk ketegori pemberian cuma-cuma atau dikategorikan sebagai utang? Maka mayoritas ulama memilih mengkategorikannya sebagai utang. Namun ulama lain lebih memilih untuk mengkategorikannya sebagai pemberian cuma-cuma… Dari perbedaan pendapat ini para ulama mencari titik temu dan menggabungkan dua pendapat tersebut dengan kesimpulan bahwa status pemberian itu dihukumi pemberian cuma-cuma apabila kebiasaan di daerah itu tidak menuntut untuk dikembalikan. Konteks ini akan bermacam-macam sesuai dengan keadaan pemberi, jumlah pemberian, dan daerah yang sangat beragam. Adapun pemberian yang distatuskan sebagai utang apabila memang di daerah tersebut ada kebiasaan untuk mengembalikan. Apabila terjadi praktik pemberian yang berbeda dengan kebiasaan, maka dikembalikan pada motif pihak yang memberikan,” (I’anah at-Thalibin, III/48).