Eramuslim – TANTANGAN berbeda kerap dialami Muslim Indonesia yang menjalankan puasa wajib seperti puasa Ramadan dengan puasa sunah seperti puasa Rajab. Ketika waktu puasa wajib tiba, tentu semua Muslim menjalankannya sehingga tidak ada yang menawarkan makanan pada waktu siang.
Sedangkan puasa sunah atau puasa Rajab tidak semua menjalankannya sehingga ada kemungkinan Muslim lain menawarkan makanan. Hal sering terjadi saat sedang bertamu. Dalam kondisi demikian, bolehkah membatalkan puasa sunah dengan dalih khawatir orang yang menawarkan makan tersinggung jika suguhannya ditolak?
Dikutip dari laman Lirboyo pada Selasa (3/3/2020), dalam menghadapi keadaan demikian, apabila ada kekhawatiran menyinggung perasaan orang lain yang memberikan makanan, maka lebih utama membatalkan puasa dan ia sudah mendapatkan pahala yang telah dilakukannya.
Namun apabila tidak ada kekhawatiran menyinggung perasaan orang tersebut, maka lebih baik untuk tetap berpuasa dan mengatakan secara halus bahwa ia sedang berpuasa. Syekh Zainuddin al-Malibari menjelaskan dalam kitab Fath al-Mu’in:
يُنْدَبُ الْأَكْلُ فِي صَوْمِ نَفْلٍ وَلَوْ مُؤَكَّدًا لِإِرْضَاءِ ذِي الطَّعَامِ بِأَنْ شَقَّ عَلَيْهِ إِمْسَاكُهُ وَلَوْ آخِرَ النِّهَارِ لِلْأَمْرِ بِالْفِطْرِ وَيُثَابُ عَلَى مَا مَضَى وَقَضَى نَدْبًا يَوْمًا مَكَانَهُ فَإِنْ لَمْ يَشُقُّ عَلَيْهِ إِمْسَاكُهُ لُمْ يُنْدَبِ الْإِفْطَارُ بَلِ الْإِمْسَاكُ أَوْلَى قَالَ الْغَزَالِي: يُنْدَبُ أَنْ يَنْوِيَ بِفِطْرِهِ إِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَيْهِ.