Assalamu’alaikum wr. wb.
1. Dalam kondisi pemerintahan diktator dan kejam dan kekuatan ekonomi berada di tangan mereka (kalangan pejabat ), rakyat ditekan dan menderita, bolehkah dalam Islam kita merampok dari kalangan mereka yang kemudian dibagikan kepada masyarakat yang miskin ala Robin Hood.
2. Pada saat itu rakyat tidak punya kesempatan untuk memenuhi kebutuhannya karena sebagian dirampok oleh penguasa dengan cara-cara yang legal formal.
3. Bila kondisi ini dibiarkan terus menerus maka tidak ada kesempatan bagi rakyat untuk menikmati hasil jerih payahnya.
4. Bila ingin memberontak rakyat tidak punya sumber daya karena sudah habis diambil penguasa tersebut.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang dilakukan oleh Robin Hood dalam dongeng orang Inggris itu, jelas bertentangan dengan syariat Islam. Meski dengan dalih bertujuan baik, tetapi ketika dijalankan dengan cara merampok dan dengan cara pemaksaan gaya preman, tidak pernah dibenarkan.
Sebab agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi supremasi hukum. Seorang yang sudah divonis sebagai koruptor karena terbukti dengan jelas melanggar hukum, tetap saja tidak boleh dihakimi dengan cara dirampok begitu saja. Satu-satunya hukuman yang boleh diberikan kepadanya hanyalah yang telah ditetapkan oleh hakim yang sah. Apalagi baru sekedar orang yang diduga melakukan korupsi. Islam tidak membenarkan trial by the press.
Harta benda yang dimiliki oleh koruptor meski bukan haknya, tetap saja tidak halal untuk diambil begitu saja oleh setiap orang. Hanya negara yang berhak untuk menyita hartanya, dengan dilandasi keputusan hukum yang tetap. Rakyat atau orang per orang meski marah dan sakit hati kepada sang koruptor kakap itu, tetap tidak punya hak untuk mengambil secara paksa harta benda miliknya, meski dengan tujuan untuk dibagikan kepada fakir miskin sekalipun.
Umar Tidak Memotong Tangan Pencuri
Memang kita akui bahwa dalam kondisi terdesak seperti kelaparan yang akut, Umar bin Al-Khattab ra. diriwayatkan tidak menerapkan kebijakan potong tangan pencuri. Namun tindakan beliau itu tetap saja tidak berarti bahwa mencuri itu dibenarkan. Para pencuri yang kelaparan itu tetap saja divonis sebagai pencuri, hanya saja hukumannya diringankan dengan pertimbangan kondisinya yang sangat darurat. Yang seharusnya mereka dipotong tangan, untuk sementara waktu tidak dipotong dulu.
Akan tetapi kondisi yang terjadi di masa Umar bin Al-Khattab ra. itu sangat berbeda dengan kondisi yang ada di masa Robin Hood. Rakyat Inggris saat itu tidak dalam keadaan kelaparan yang akut dan nyaris mati. Mereka hanya merasa dirugikan oleh sikap para bangsawan dan keluarga raja yang bertindak sewenang-wenang. Tapi rakyat tidak dalam kondisi kelaparan hampir mati.
Si Pitung vs Robin Hood
Di tengah masyarakat Betawi juga dikenal tokoh yang nyaris mirip dengan Robin Hood. Dia adalah si Pitung, seorang jago silat Betawi yang sering membuat repot para pejabat Belanda. Akibat ulahnya yang seringkali merampok para pejabat Belanda.
Tapi apa yang dilakukan oleh si Pitung sedikit lebih baik dari Robin Hood. Sebab dalam pandangan si Pitung, pejabat Belanda itu adalah orang kafir harbi yang datang menjajah negeri. Mereka datang bawa senjata untuk membunuh rakyat tak berdaya yang menolak kemauan mereka. Maka kepada kafir harbi seperti ini, darah dan harta mereka halal hukumnya. Bukankah semua pahlawan nasional kita pun berprinsip sama, mengusir penjajah sampai merdeka atau mati. Mereka membawa pedang, badik, golok, keris, rencong dan senjata mematikan untuk mengusir penjajah dengan dua kemungkinan, membunuh atau dibunuh.
Maka yang dilakukan oleh tokoh legenda si Pitung tidak lain merupakan kepanjangan dari yang dilakukan oleh semua pahlawan negeri ini. Karena di Betawi tidak ada kerajaan atau angkatan perang, maka satu-satunya bentuk perlawanan pisik yang bisa dilakukan adalah merampok Belanda-Belanda itu. Sebab secara fiqih, bukan hanya harta mereka yang halal, bahkan darah mereka pun halal. Karena mereka adalah kafir harbi yang menghunuskan senjata kepada umat Islam.
Merampok Koruptor Halal?
Adapun merampok koruptor tentu tidak bisa disamakan dengan prinsip si Pitung. Sebab koruptor itu bukan kafir harbi yang halal darah dan hartanya. Kebanyakan mereka beragama Islam, meski berdosa telah memakan harta yang haram. Satu-satunya cara untuk mengambil harta curian dari mereka harus lewat keputusan tetap pengadilan. Di mana eksekutornya adalah orang yang ditetapkan secara sah oleh negara.
Namun sayangnya, supremasi hukum di negeri kita ini jauh dari harapan semua orang. Bahkan sering terjadi justru para penegak hukum itu sendiri yang bekerja sama dengan para koruptor. Sehingga mengakibatkan frustasi di tengah masyarakat. Memang logis juga kalau sebagian dari masyarakat memilih jalan anarki sebagai reaksi. Namun kalau dipandang dari kaca mata hukum Islam, tindakan anarki tidak bisa dibenarkan.
Maka satu-satunya jalan adalah mengembalikan supremasi hukum secara benar. Meski butuh waktu, tetapi itulah yang benar. Termasuk memilih para pemimpin yang shalih serta wakil rakyat yang terbukti punya komitmen dengan rakyat. Wakil rakyat yang hanya pandai membeli suara rakyat lewat kampanye money politic, jangan dipilih lagi untuk kesempatan mendatang.
Pemimpin yang terbukti kerjanya hanya mementingkan kekayaan pribadi, atau terbukti banyak main mata dengan para penguasaha yang merampok rakyat, sudah waktunya untuk diturunkan saja.
Wallahu a;lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.