Prosedur-prosedur tersebut adalah sebagai berikut: (1) Jika mengetahui pemiliknya maka harus diberikan kepada pemiliknya; (2) jika tidak diketahui siapa pemiliknya maka diserahkan ke dalam kas negara sebagai pendapatan negara nonpajak.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Iqna’ li Alfadzi Abi Syuja sebagai berikut:
أما ما القاه الريح في دارك أو حجرك فليس لقطة بل مال ضائع، و كذا ما حمله السيل إلى أرضك فان اعرض عنه صاحبه كان ملكا لك لا لقطة، و ان لم يعرض فهو لمالكه و يزاد ما وجد اى فى غير مملوك و الا فلمالكه )الاقناع ٢/٨٩(
Artinya: “Adapun harta yang terbawa oleh angin di dalam rumah atau kamarmu maka itu bukanlah (hukumnya) seperti barang temuan, melainkan hukum barang yang hilang.
Demikian pula harta yang terbawa oleh bajir ke tanahmu. Jika saja pemiliknya sudah tidak mencarinya maka harta itu menjadi milikmu bukan lagi sebagaimana hukum barang temuan. Jika pemiliknya masih mencarinya maka barang itu masih menjadi milik pemiliknya (Muhammad bin Muhammad Al-Khatib As-Syarbini, al-Iqna’ li Alfadzi Abi Syuja, 2:89).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang menemukan harta benda atau barang yang terbawa banjir harus memastikan apakah pemilik barang atau harta tersebut masih mencarinya atau tidak.
Seperti dilansir NU Online, jika masih mencarinya maka harus diserahkan kepada pemiliknya dan jika tidak maka si penemu berhak untuk memiliki harta benda tersebut.
Sedangkan di antara para ulama yang berpendapat bahwa harta tersebut harus diserahkan kepada kas negara, adalah sebagaimana pendapat dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal ala Syarhi Al-Minhaj sebagai berikut: