“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Maidah 90-91)
Mungkin Anda berkata: Saya telah mendapatkan imbalan yang pasti berupa barang yang saya beli. Betul, Anda telah mendapatkan imbalan berupa barang, namun itu bukan semua imbalan yang Anda harapkan ketika membeli produk tersebut. Produk bukan tujuan dan motivasi utama Anda membeli. Itu hanya sebagian dari imbalan, sedangkan sisa imbalan yang Anda inginkan terwujud pada “peluang menjadi pemenang”.
Adanya niat mendapatkan imbalan yang tidak pasti, ini cukup sebagai alasan untuk menyamakan undian ini dengan praktik perjudian, karena inti dari keduanya terletak pada ketidakpastian. Pemain judi klasik dan konsumen produk kupon berhadiah, sama-sama membeli “peluang menjadi pemenang” dengan sebagian hartanya. Adanya kesamaan motivasi ini secara hukum syariat cukup untuk menyamakan keduanya dalam tinjauan hukumnya, yaitu sama-sama haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut:
“Sejatinya setiap amalan pastilah disertai dengan niat, dan setiap manusia hanya mendapatkan hasil selaras dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pembaca yang budiman, Dunia ini memang penuh dengan tipu daya: “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid 20)
Hanya dengan cara ini Anda dapat menggapai sukses dalam hidup, apapun profesi dan status Anda. Demikianlah petuah Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya dalam mensikapi harta kekayaan dunia:
“Sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (sikap rakus), maka ia mendapat berkah pada hartanya. Sedang orang yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (rakus), niscaya hartanya tidak diberkahi. Akibatnya ia bagaikan orang yang makan namun tidak pernah merasa kenyang.” (Bukhari dan Muslim)
Semoga paparan ini menggugah semangat dan menjadi pelajaran bagi Anda dalam menyikapi propaganda-proganda para pengusaha. Wallahu a’lam bisshawab. (Inilah)
Sumber Majalah Pengusaha Muslim/ Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri