Eramuslim – TIDAK mudah menjawab pertanyaan ini, karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan. Ada ulama yang menganggap arisan itu haram, namun ada juga yang membolehkannya.
Saya sendiri cenderung berpendapat bahwa arisan itu dibolehkan selama hak dan kewajiban setiap anggota arisan sama dan undian dilakukan dengan adil. Tidak semua arisan menggunakan undian. Ada pula arisan yang menerapkan sistem tawar-menawar. Sistem ini menyebabkan antara satu anggota dengan anggota yang lain membayar dan menerima jumlah yang berbeda. Arisan dengan model seperti ini tidak dibolehkan karena mengandung unsur riba.
Khusus untuk arisan bukan uang (barang atau jasa), akan terjadi beberapa masalah jika arisan tersebut diterapkan. Sebab, yang dibayarkan adalah uang, namun yang akan diterima kemudian adalah barang, maka terjadi pertukaran atau jual-beli. Padahal, yang namanya jual beli mesti memenuhi syarat di mana harga dan waktu serah terima harus sudah jelas di awal.
Karena waktu serah terima ditentukan oleh undian, bukan dengan akad, maka ada potensi terjadinya ketidaksempurnaan akad di antara para anggota arisan. Kemudian harga barang juga cenderung berubah-ubah, tidak selalu sama. Lalu jika terjadi kenaikan harga, siapa yang harus menambahi kekurangan? Atau sebaliknya, jika harga turun, dikemanakan sisanya? Di sini terjadi potensi ketidakadilan.
Untuk mengantisipasi hal ini, arisan barang dapat saja dilakukan dengan cara kelompok arisan membuat akad dengan penjual barang untuk membeli barang setiap bulan atau setiap minggu dengan harga tetap yang disepakati. Selanjutnya, setiap kali pengundian, pemenang mendapatkan uang yang langsung dibelikan barang tersebut. Sehingga dengan cara ini semua anggota membayar dan mendapatkan hak yang sama. (inilah)