Artinya, “Al-Hasan bin Ziyad meriwayatkan dari Abu Hanifah RA, bahwa (laki-laki) boleh melihat telapak kaki perempuan merdeka bukan mahram, sebab perempuan itu perlu membuka telapak kakinya ketika berjalan dengan kaki telanjang atau memakai sandal. Sebab, ia tidak pasti menemukan khuff (semacam kaus kaki) setiap waktu,” (Burhanuddin Al-Bukhari, Al-Bahrul Muhith fil Fiqhin Nu’mani, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1424 H/2004 M], cetakan pertama, juz V, halaman 334).
Selain itu, juga terdapat pendapat Mazhab Hanafi yang membolehkan laki-laki melihat betis perempuan terbuka. Al-Fatawa Al-Hindiyyah atau yang terkenal dengan Al-Fatawa Al-‘Alamkariyah, himpunan fatwa Mazhab Hanafi yang disusun oleh 500 ulama Hanafiyah dari Asia Selatan, Irak dan Hijaz pimpinan Syekh Nizhamuddin Burhanpuri atas perintah Raja India keturunan Timurlenk, Muhammad Aurangzeb Alamgir (1027-1118 H/1619-1707 M), menjelaskan:
قِيلَ: وَكَذَلِكَ يُبَاحُ النَّظَرُ إلَى سَاقِهَا إذَا لم يَكُنْ النَّظَرُ عن شَهْوَةٍ
Artinya, “Dikatakan, ‘Demikian pula boleh melihat betis perempuan merdeka bila melihatnya tidak berangkat dari dorongan syahwat,’” (Nizham dkk, Al-Fatawa Al-Hindiyyah, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1421 H/2000 M], cetakan pertama, juz V, halaman 406).
Dengan demikian, untuk permasalahan pertama yaitu terbukanya kaki perempuan sampai sebatas betis, dalam fiqih empat mazhab ada pendapat yang dapat mengakomodasinya. Demikian pula bagi laki-laki yang kebetulan melihatnya hukumnya diperbolehkan, selama tidak berangkat dari dorongan nafsu syahwatnya. (Okz)