Assalamu’alaikum Pak Ustadz
Saya sejak kecil sangat suka baca komik dan suka meniru-meniru gambar komik, sampai akhirnya saya hobi menggambar kartun dan sesekali membuat komik pendek. Bahkan teman-teman sering meminta saya untuk menggambarkan suatu gambar untuk mereka, biasanya saya gambar manusia kartun. gambar yang lucu-lucu. Saya juga sering memberi nama pada buku-buku milik saya disertai gambar wanita pake jilbab.
Tapi sejak saya baca bahwa menggambar makhluk hidup itu haram, saya jadi takut menggambar. padahal saya sangat kangen menggambar, apalagi hanya untuk sekedar hobby atau corat-coret saja.
Apa benar menggambar kartun itu haram? Bagaimana dengan banyaknya komik yang mengajarkan Islam? Khususnya komik anak-anak. Atau gambar-gambar kartun di majalah Islam anak-anak.. apa itu juga haram? Padahal kan mereka berusaha menanamkan Islam pada anak-anak dengan cara yang menarik.
Kalau memang haram, bagaimana dengan gambar-gambar saya terdahulu? Apa dosa saya sangat banyak krn sering menggambar? Karena apalagi setelah membaca fatwa haram itu, sesekali saya masih bandel menggambar kartun?
Sudah lama saya ingin menanyakan ini, semoga pak Ustadz berkenan menjawabnya. Terima kasih
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Memang harus kita akui bahwa di level para ulama masih ada perbedaan pandangan tentang hukum gambar ini.
Ada sebagian ulama yang mengambil kesimpulan untuk mengharamkan semua jenis gambar, baik itu lukisan, kartun, foto atau film. Bagi mereka, apapun yang berbau gambar, lepas dari apa tujuan, madharat, manfaat dan fungsinya, hukumnya haram. Dan pelakunya masuk neraka.
Namun kelompok ulama yang seperti ini berhadapan dengan para ulama lain yang lebih moderat. Mereka tidak menelan mentah-mentah begitu saja hadits-hadit yang terkait dengan haramnya gambar, setidaknya tidak memahami hadits dengan apa yang tersurat, tetapi memahami lebih jauh dan mendalam.
Sebenarnya perbedaan pendapat di antara mereka dipicu dari cara memahami nash-nash yang mereka sepakati keshahihannya, namun tidak mereka sepakati pengertian dan maksudnya.
Nash Tentang Gambar
Kami akan sebutkan nash-nash yang mereka sepakati keshahihannya, antara lain:
Hadits Pertama
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.’” (HR Bukhari).
Hadits Kedua
Seorang laki-laki datang kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” (HR Muslim).
Kedua hadits di atasjelas sekali keshahihannya, karena diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya, dan juga oleh Al-Imam Muslim di dalam kitab shahihnya juga.
Namun di balik dari keshahihan sanadnya, para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana memahami hukum yang terkandung di dalamnya.
Kelompok Pertama
Dengan hadits-hadits semisal dua hadits di atas, para ulama yang bergaya tekstual mengharamkan semua bentuk gambar, apa pun jenisnya, termasuk komik, ilustrasi, kartun, bahkan wayang kulit, wayang golek dan semua yang sekiranya termasuk gambar.
Bahkan di tengah mereka, berkembang kalangan yang lebih ekstrim lagi, karena merekamemasukkan gambar yang dibuat dengan kamera foto juga termasuk gambar yang diharamkan. Sehingga mereka tidak mau berfoto dan mengatakan bahwa kamera adalah benda najis yang haram, karena menghasilkan citra gambar. Dan otomatis, televisi, video player, kameravideo, tustel dan apapun yang terkait dengannya, juga haram hukumnya karena merupakan media untuk melihat gambar.
Jangan kaget kalau menemukan tulisan yang agak ‘keras’, baik di buku-buku atau di beberapa situs. Memang begitulah pendapat mereka dan cara mereka memahami nash-nash tentang haramnya gambar. Kita wajib menghormati pendapat mereka.
Kelompok Kedua
Sedangkan ulama lain yang lebih moderat memahami hadits ini sebagai larangan untuk membuat patung, buka sekedar gambar di atas media gambar. Gambar yang dalam bahasa arabnya disebut dengan istilah shurah, mereka pahami sebagai bentuk patung tiga dimensi. Sehingga dalam pandangan mereka, hadits ini diterjemahkan menjadi demikian, "Siapa yang membuat patung dari makhluk bernyawa di dunia ini, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruhnya kepada patung itu di hari akhir."
Pendapat kelompok kedua ini didasari dengan konsideran hadits di atas dengan hadits berikut ini yang berisi perintah Rasulullah SAW untuk menghacurkan patung-patung.
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW.’” (HR Ahmad dengan isnad hasan).
Sedangkan lukisan di atas kanvas, kertas, kain dan semua yang dua dimensi, tidak termasuk yang diharamkan oleh hadits ini, dalam pandangan kelompok ini.
Pendapat ini pun berkembang di tengah para ulama muslim dunia, dan pendapat ini tentu berbeda dengan pandangan kelompok ulama yang pertama. Jadi memang sekali lagi kita menemukan para beberapa titik ada perbedaan dalam memahami nash-nash yang mereka sepakati keshahihannya.
Yang Disepakati Keharamannya
Namun demikian, kedua kelompok yang berbeda pendapat di atas, ternyata mereka bisa sepakat juga dalam banyak hal terkait dengan hukum gambar. Tidak selamanya mereka harus berbeda pendapat, banyak titik di mana mereka bersepakat, antara lain:
- Semua ualma sepakat mengharamkan patung makhluk bernyawa, seperti arca, berhala, patung dewa, patung manusia dan patung hewan.
- Semua ualma sepakat mengharamkan gambar bohong yang tidak ada dasarnya, seperti gambar yang dituduhkan sebagai Nabi Isa, Maryam dan semua nabi dan rasul.
- Semua ualma sepakat mengharamkan gambar atau patung tokoh agama lainnya seperti Ali bin Abi Thalib ra dan para shahabat nabiridhwanullahi ‘alaihim.
- Semua ualma sepakat mengharamkan patung atau gambar 2 dimensi yang bertentangan dengan syariat, seperti yang membuka aurat, banci, homoseks, lesbianis dan sejenisnya.
- Semua ualma sepakat menghalalkan boneka mainan walau berbentuk makhluk bernyawa.
Dalilnya adalah hadits berikut ini:
Dari ‘Aisyah berkata, “Aku bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah SAW mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah Saw datang, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka datang lagi.” (HR Bukhari dan Abu Dawud).
Nah, ada juga yang berpendapat bahwa gambar kartun yang lucu-lucu adalah lebih sederhana dari mainan boneka Aisyah ra. Kalau mainan boneka Aisyah yang berbentuk tiga dimensi saja halal, mengapa kartun lucu harus haram hukumnya?
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc