Assalamualaykum Wr Wb,
Apakah kita selaku umat nabi Muhammad SAW harus mengikuti salah satu mazhab (Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Hambali) sebagi dasar jurisprudensi Islam? Mengapa ada umat Islam yang mengikuti non-mazhabi?
Jazakallohu Khayr
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya mazhab itu sekedar sebuah bentuk pola pemahaman atau interpretasi dari apa yang kita pahami dari Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang pada dasarnya berhak punya cara pemahaman sendiri-sendiri atas kedua sumber agama itu. Dan cara pemahaman seseorang atas keduanya, tidak lain adalah sebuah mazhab.
Jadi ketika anda membaca Al-Quran, lalu anda melirik teks terjemahannya di sebelahnya, sedikit banyak anda mengerti esensi kandungan informasi hukum yang ada di ayat itu, atau mungkin ada juga yang kurang anda mengerti, maka semua persepsi itu tidak lain adalah mazhab anda.
Tidak beda dengan seorang mujtahid besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Sya-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah. Mazhab-mazhab mereka tidak lain adalah interpretasi, pemahaman, pencerapan dan kesimpulan hukum atas apa yang pahami dari Al-Quran dan As-Sunnah. Sama seperti apa yang terjadi pada diri anda.
Hanya ada sedikit bedanya. Mereka paham betul bahasa arab, sedangkan kita belum tentu. Mereka tahu betul kekuatan bahasa dan gaya bahasa tiap ayat dan hadits, sedangkan masih dan masih terus mengandalkan terjemahan orang lain.
Mereka tahu betul maksud dan tujuan tiap ayat diturunkan (asbabun nuzul), sedangkan kita tidak tahu. Mereka juga tahu betul kapan sebuah hadits terjadi di masa Rasulullah SAW, serta tahu mana yang terjadi duluan dan mana yang belakangan. Sedangkan kita tidak tahu.
Mereka punya konsep dan sistematika yang sudah sangat baku dan diakui oleh semua ulama sepanjang zaman, dalam rangka menarik kesimpulan hukum dari tiap ayat dan hadits, sedangkan kita tidak punya.
Mereka mengerti bagaimana mengaitkan suatu ayat hukum dan ayat hukum yang lain, sehingga meski seklias terlihat saling berbeda, namun tetap bisa digabungkan dan dicari titik-titik temunya. Sedangkan kita tidak mampu.
Mereka tahu maksud Allah dan Rasulullah SAW di balik tiap kata di dalam Al-Quran dan Sunnah, serta mengenal betul apa esensi dan keinginan dari tiap sumber itu. Sedangkan kita tidak mengerti.
Mereka telah menelusuri pada perawi hadits satu persatu dari mulai orang yang menyampaikannya kepada mereka hingga ke level shahabat, serta telah memastikan keshahihan tiap hadits itu secara langsung, bukan dengan memhbolak-balik sebuah kitab. Sedangkan kita tidak pernah melakukan penelitian sejauh itu.
Yang sulit disaingi adalah bahwa mereka, para imam mazhab itu- hidup di masa seratusan hingga dua ratusan tahun sepeninggal Rasulullah SAW. Sehingga jarak yang lebih dekat kepada Rasulullah SAW ini menjadi salah satu jaminan keaslian dan originalitas syariah Islam. Dibandingkan dengan kita yang hidup lebih dari 1400 tahun kemudian, maka jarak waktu kita kepada Rasulullah SAW sangat jauh. Kemungkinan bias dan distorsi jauh lebih besar terjadi pada masa kita.
Para imam mazhab itu punya jutaan murid yang kemudian menjadi mujtahid juga, serta menjadi ulama besar dan tersebar di berbagai belahan dunia. Mazhab yang mereka bangun itu seharusnya sudah musnah sejak lama, kalau saja tidak terlalu kuat hujjah dan argumentasinya. Dan dahulu memang bukan hanya ada 4 mazhab saja, belasan dan lusinan mazhab telah didirikan, namun yang bisa bertahan lama hingga hari ini memang tinggal 4 saja. Maksudnya yang mazhab besar. Sedangkan yang kecil-kecil, masih ada dan cukup banyak, hanya kurang punya pengaruh yang kuat.
Dengan semua pertimbangan itu, maka mengikuti sebuah mazhab yang besar dan sudah teruji lebih dari seribu tahun tentu bukan hal yang hina. Bahkan karena mazhab itu sudah sangat lengkap isinya, seolah-olah nyaris tidak ada tempat lagi untuk ijtihad, kecuali pada masalah-masalah kontemporer yang tidak ada di zaman dahulu.
Tidak Ada Kewajiban Untuk Terikat Dengan Satu Mazhab
Rasulullah SAW tidak pernah melarang seseorang untuk bertanya kepada beberapa shahabatnya. Dan para shahabat nabi itu sendiri, tidak pernah melarang siapapun untuk bertanya kepada banyak orang.
Yang penting, kita diwajibkan bertanya kepada yang ahli, yaitu mereka yang punya kapasitas dan kapabilitas dalam berijtihad, mampu memahami teks-teks syariah, serta punya jam terbang tinggi dalam membahas dan mengkaji masalah syariah.
Keempat imam mazhab pun tidak pernah melarang seseorang untuk meminta pendapat kepada imam lain. Tidak pernah ada peraturan bahwa bisa seseorang telah menggunakan pendapat Abu Hanifah, lalu terlarang untuk menggunakan pendapat Malik, Syafi’i atau Ahmad. Dan begitulah sifat mereka.
Maka tidak ada keharusan buat kita untuk terikat hanya pada satu mazhab saja. Namun bila seseorang ingin mudahnya, dibolehkan untuknya bertanya kepada satu mazhab saja.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc