Eramuslim – Belakangan muncul tren yang dikampanyekan oleh pada ulama dan dai di Indonesia untuk menyegerakan pernikahan ketika sudah memasuki usia atau memenuhi tanda-tanda wajib menikah. Salah satu hal yang dihindari ketika menyegerakan pernikahan adalah menghindari perzinahan. Dalam berbagai kesempatan baik di majlis ilmu atau di sekolah Islam hukum dari perilaku zina dijelaskan sehingga solusi untuk mencegahnya yang ditawarkan adalah menikah.
Pada kesempatan kali ini, Sakinah Finance akan membahas isu yang sedikit sensitif karena menyangkut perilaku dan tren yang terjadi belakangan ini. Isu tersebut mengenai bagaimana status waris keturunan yang berasal bukan dari pernikahan yang sah atau disebut juga zina, karena beberapa waktu lalu media cukup ramai dengan berita-berita tentang public figure-public figure yang memiliki keturunan di luar pernikahan.
Penulis berusaha menelusuri topik-topik dalam Islam seperti apa yang erat kaitannya dengan perzinahan. Rupanya, temuan dari hal tersebut relatif terpusat pada konsekuensi dosa bagi para pelakunya dalam Islam.
Adapun hukuman bagi pelaku dari sudut mata Islam adalah seperti di ayat berikut: “Perempuan pezina dan laki-laki pezina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali pukulan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur (24): 2).
Kali ini Sakinah Finance akan mencoba berbagi tentang sudut pandang lain dari sisi pewarisan. Dari sisi hukum waris bagi umat Islam di Indonesia, anak hasil zina minimal di definisikan oleh tiga hal. Pertama adalah Pasal 867 KUHPer tentang anak zina yang tidak mendapatkan warisan dari orang tuanya namun mendapatkan nafkah sepenuhnya.