Bunda Safiyah yang Baik, saya punya anak laki-laki berumur 3 th 4 bl, namanya M. Farras Nafis, yang sekolah di PAUD. Farras ini susah sekali diajarin oleh gurunya di kelas, jika diajak gurunya belajar sesuatu hampir pasti dia bilang "Tidak Mau". Farras lebih suka main sendiri di halaman sekolah atau bongkar-bongkar mainan di rak (di dalam kelas). Farras juga tidak suka bergaul dengan teman sekelasnya, dia lebih suka bermain dengan anak-anak TK yang usianya diatasnya. Sesekali dia mau juga sih diajarin gurunya, tetapi cuma sebentar, habis itu dia cepat bosan dan kembali lari-lari di dalam kelas atau main di halaman. Kami akhirnya mengajari sendiri dia di rumah, seperti huruf, angka, warna, iqro’ dengan media kartu, poster, white board, puzzle, atau software permainan komputer. Hasilnya memang bagus, walaupun di kelas jarang belajar dengan gurunya, tetapi dia tidak kalah dengan teman-temannya. Pertanyaan kami adalah : Bagaimana sebaiknya menghadapi anak dengan type seperti Farras ini Bunda? Walaupun pelajarannya tidak kalah atau bahkan mengungguli teman-temannya, tetapi prosesnya kok menurut saya tidak wajar. Apakah hal ini akan berlangsung terus atau masih bisa berubah? Pada dasarnya biaya sekolahnya itu hanya untuk sewa fasilitas permainan dan belajar bersosialisasi saja, input materi pelajaran bisa dibilang hampir 100% diperoleh dari orang tuanya sendiri. Yang repot sekarang justru gurunya dalam mengisi rapot, mau diisi apa lha wong tidak pernah mau mengikuti materi gurunya.
Akhmad Zainudin
Jawab :
Assalammu’alaikum Wr. Wb., Pak Ahmad yang dicintai ALLOH, anak bapak terlalu cerdas, itu yang membuat dia bosan dengan pelajaran yang diberikan gurunya, dan bapak terlalu semangat dan menyenangkan dengan pola pengajaran di rumah yang sudah terasa ‘pas’ dengan dia, sehingga dia enggan untuk pindah kelain hati. Buatkan dia pola pengajaran dirumah lebih menyenangkan daripada di sekolah, saran saya pindahkan sekolah ke sekolah yang lebih ‘menantang’ agar dapat mengakomodir ‘kecerdasannya.’ Kalau dibiarkan selain wasting time, juga membuat dia akan memiliki pendapat, bahwa belajar dengan ayah ibu lebih hebat daripada di sekolah, sehingga dikhawatirkan akan tidak memiliki kedisiplinan di sekolah.
Saya memiliki anak pertama yang seperti itu, Umi selalu hebat dan selalu dia faham sekali dan sampai terpesona dengan apa yang saya ajarkan, sehingga ketika di sekolah dia agak memandang remeh guru, dan saat itu dia menjadi anak yang tidak mau mendengar apa kata gurunya. Hal ini berbahaya karena ketika saya sibuk dan tidak mengajarkan dia lagi, maka dia akhirnya tidak mendapat apa-apa, dari guru tidak mau dengar dari sayapun tidak bisa karena sayanya sibuk.
Jadi sebaiknya lepaskan dia pada sekolahan dan bapak tidak usah ajar apa-apa lagi, bangun kesiqohan dia pada sang guru, nilai tidak akan berbahaya bagi kedisiplinan untuk mentaati dan mendengarkan sang guru. Atau bapak homeschollingkan anak bapak, bila terus berlanjut sepertiitu.
Apa yang akan ditulis oleh sang guru dalam raportnya, kalau saya jadi gurunya yaa, apa yang kita lihat di kelas dan perkembangan motorik, kedisiplinan, estetika, kerapihan, sosialisasi dan lain-lain, juga assesment tertulis lainnya yang diujikan missal : baca iqro atau menggambar atau mewarnai dan kerapihan menempel yang diujikan selama beberapa hari ketika test akhir. Sekian dari kami, dan mohon maaf bila jawabannya kurang memuaskan, salam sayang untuk ananda, wassalammu’alaikum.