Assalaamu ‘alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh
Ada sebagian orang (termasuk orang Islam) yang mengatakan bahwa para ulama, organisasi Islam dan juga umat Islam telah bersikap membeda-bedakan penderitaan umat Islam. Mereka menanggapi unjuk rasa-unjuk rasa umat Islam mendukung Palestina sebagai bentuk pembelaan terhadap bangsa Arab semata. Buktinya, terhadap umat Islam bukan Arab (sebagai contoh: muslim Pattani, Mindanao, Uyghur, Kasymir, Darfur, Chechnya, Kosovo, Rohingya dll) unjuk rasa yang dilakukan tidak sehebat dan segencar terhadap Palestina atau bahkan tidak ada unjuk rasa sama sekali. Juga tidak ada seruan boikot seperti seruan boikot terhadap barang-batang Israel.
Bagaimana tanggapan ustadz?
Wa’alaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh,
Semoga Allah Swt senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua. Dan mempermudah Saudara Muhammad sekeluarga dalam meniti jalan para Nabi dan Rasul Allah Swt semata-mata untuk meraih keridhoan-Nya.
Rasulullah Saw dalam salah satu haditsnya menyatakan jika umat Islam itu (seharusnya) seperti satu bangunan yang kokoh, seperti satu badan yang utuh, dimana sakit di satu bagian maka bagian yang lain pun turut merasakan. Disinilah letak ukhuwah Islamiyah sesungguhnya. Jadi kita tidak boleh membeda-bedakan mana umat Islam Palestina, mana umat Islam Rohingya, mana umat Islam Checnya, dan sebagainya. Semuanya saudara kita dalam akidah yang sama, yakni ketauhidan.
Di berbagai media massa kita melihat bagaimana gegap-gempitanya umat Islam seluruh dunia dalam membela Muslim Palestina, namun kontradiksi dengan nasib yang menimpa kaum Muslimin di belahan lain dunia lain yang seakan dilupakan, seperti yang baru-baru ini menimpa umat Islam di Uighur, China. Setelah terjadi tragedi besar, baru umat Islam di banyak negara, termasuk mungkin juga kita, yang menyadari jika di China yang komunis itu ternyata juga ada umat Islamnya.
Salah satu sebab yang utama mengapa kabar tentang umat Islam non-Arab yang sepertinya luput dari perhatian dan pembelaan umat Islam di dunia lainnya adalah kita ini sangat tidak perduli dengan media massa. Bukan rahasia umum lagi jika jaringan media massa dunia, juga kantor berita internasional, dikuasai oleh jaringan Yahudi Internasional. Mereka sangat konsern dengan bidang ini dan (sebaliknya) kita sangat tidak konsern dengan hal ini. Kita mungkin berapologi, jika kita juga perduli dengan menyodorkan beberapa bukti, jaringan teve Al-Jazeera, misalnya. Namun tetap saja, dibanding dengan Yahudi, kita tidak ada apa-apanya.
Indonesia adalah contoh yang paling lugas tentang kenyataan yang menyedihkan tersebut. Negeri Muslim terbesar di dunia ini, setelah (katanya) 64 tahun merdeka ternyata tidak memiliki media massa Islam yang kuat, apakah itu media cetak maupun elektronik, yang sanggup menangkal perang pemikiran yang dilancarkan musuh-musuh Allah Swt kepada kita semua. “Islam” dalam media kita hanyalah “Islam” yang kebanyakan di kulit saja.
Menjelang dan selama bulan Ramadhan seperti sekarang, hampir semua sinetron misalkan, menayangkan pemain-pemain yang berjilbab, berbaju koko, sering mengucap istilah-istilah Islam, dan bahkan iklannya pun juga ikutan ‘islami’. Banyak artis yang di luar ramadhan sering tampil ‘kekurangan bahan pakaian’, ketika ramadhan tiba selalu kelebihan bahan pakaian. Ya hanya itu saja. Selebihnya sama, walau ada juga sinetron yang bagus dan bermutu, namun ini hanyalah satu di antara seribu.
Mujahid-mujahid dakwah dalam produksi sinetron, film, dan teater misalnya, saya tahu sudah bekerja keras untuk berjuang membenahi kualitas tayangan sampah yang selama ini banyak disirakan berbagai media teve. Namun kerja keras mereka sepertinya tidak akan bisa maksimal jika para pengusaha Muslim (bukan sekadar KTP-nya yang Islam) tidak juga mendirikan stasiun teve islami. Saya yakin jika ada kemauan, di situ ada jalan. Insya Allah.
Tentang aksi boikot, seharusnyalah umat Islam bisa melakukan hal ini dalam artian positif. Yakni dalam artian berusaha memproduksi kebutuhannya sendiri dan tidak termakan bujuk rayu iklan yang selalu menyesatkan.
Boikot produk-produk pendukung Zionis, seperti yang difatwakan Dr. Yusuf Qaradhawy, merupakan sikap keber-agama-an kita sebagai Muslim. Tidak ada paksaan dalam hal ini. Kita perlu tahu jika boikot bukan melulu dilakukan umat Islam, orang-orang Zionis-Yahudi pun sering melakukannya terhadap kelompok atau negara yang memusuhi mereka. Bahkan aksi boikot mereka lebih hebat lagi dari yang kita lakukan. Mereka benar-benar konsisten dan “sadar politik”, beda dengan kita yang masih saja banyak yang tidak percaya dan bahkan melecehkan fatwa boikot itu sendiri.
Bahkan saya sendiri pernah mendengar dengan mata kepala sendiri, bagaimana seorang anggota legislatif dari sebuah “partai Islam” besar menyepelekan aksi boikot terhadap produk pro-Zionis dengan mengatakan jika aksi tersebut jika dilakukan di Indonesia akan memukul perekonomian rakyat kita sendiri. Sambil bangga dengan ponsel yang mereknya termasuk yang harus diboikot, aleg ini menyatakan hal itu dengan terang-terangan di depan para mahasiswa dalam acara diskusi dimana saya juga menjadi pembicaranya. Orang ini agaknya tengah mabuk kekuasaan, padahal dia dulunya seorang mubaligh yang mengisi hari-harinya dengan berkeliling masjid dan mushola untuk ceramah. Tapi setelah jadi anggota dewan, sepertinya dia mabuk dan ‘norak’. Untuk orang yang seperti ini kita hanya bisa mendoakan agar dia segera tobat dan menyadari kesalahannya.
Mungkin ini dulu tanggapan dari saya. Semoga kita semua bisa bekerja dengan sebaik-baiknya di bidangnya masing-masing, dengan niat untuk menegakkan kalimat tauhid semata. Insya Allah, Allah Swt akan selalu bersama orang-orang yang membantu agama-Nya. Amin. Wallahu’alam bishawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.