Asslm. Wr.Wb
Bang Rizki, saya ingin menanyakan mengenai gerakan spiritual yang berkembang di negara barat yang dikenal sebagai "New Age Movement (NAM) ",
Apakah "new age movement" itu ?
Apa ciri-ciri "new age movement" ?
Siapakah tokoh-tokoh NAM, termasuk yang di Indonesia ?
Beberapa training pengembangan diri yang pernah saya ikuti, di dalamnya terdapat sesi meditasi dengan diiringi musik-musik aliran new age, apakah ini pengaruh NAM tsb ?
Bagaimana hubungan NAM ini dengan akidah Islam ?
Terimakasi atas penjelasannya.
Wasslm. Wr.Wb.
Wa’alaykumusalam warahmatullahi wabarakatuh,
Saudara H4fz yang dirahmati Allah SWT, New Age Movement (NAM) yang seolah menjadi tren sekarang ini sesungguhnya lahir dari ketidakpuasan sebagian warga dunia terhadap agama-agama formal yang dilembagakan, dimana lembaga-lembaga keagamaan itu ternyata dianggap memanfaatkan atau menunggangi kekuatan religiusitas yang ada demi kepentingan kelompok atau golongannya sendiri.
Selain itu, lembaga-lembaga keagamaan yang menutup diri dari perkembangan ilmu pengetahuan demi menjaga “kesakralan” pendapat petinggi agama formal, juga memiliki andil bagi tumbuhnya kelompok-kelompok “sempalan” yang secara perlahan tidak lagi percaya pada lembaga keagamaan formal. Di abad pertengahan, insitusi Gereja menyatakan jika bumi ini datar dan matahari setiap hari bergerak mengeliling bumi (Geosentris). Maka siapa pun yang menentang pandangan gereja maka akan dianggap telah melakukan bid’ah (heresy) dan dihukum bakar, salib, minum racun, atau gantung hingga mati. Nasib yang menimpa Copernicus dan Galileo adalah akibat kejumudan gereja seperti ini.
Di zaman sekarang, kejumudan-kejumudan atau dalam inovasi modern “dikalahkannya nash Allah demi kepentingan duniawi” masih saja terjadi bahkan kian menjadi-jadi. Masyarakat melihat, bagaimana sebuah institusi yang dipenuhi orang-orang yang sesungguhnya ahli soal agama, namun yang diperbuat mereka ternyata malah membonsai agama itu sendiri. Seorang yang faqih dalam soal syariah, ternyata bisa berpandangan nyeleneh. Kasus fatwa haram golput yang baru dikeluarkan MUI misalnya. Ini merupakan fatwa jadi-jadian yang sungguh menggelikan. Bagaimana orang-orang yang mengklaim sebagai ulama mau-maunya berbuat itu. Mencari-cari dalil yang dianggapnya pas, lalu mengeluarkan fatwa. Padahal sudah jelas bin tegas jika Islam memerintahkan Syuro, yaitu “Demokrasi yang Ilahiah”, bukan Demokrasi Sekularisme seperti sekarang. Hal ini disadari atau tidak telah meruntuhkan kredibilitas institusi keagamaan di negeri ini.
Sebab itulah, semua ini menimbulkan ketidakpercayaan banyak orang akan institusi agama-agama formal, dan kemudian bisikan syetan masuk ke telinga dan menjadikan mereka beranggapan bahwa agama-agama tersebut tidaklah penting, sama saja, dan yang penting adalah selalu mengingat Tuhan di mana saja dan kapan saja (Eling lan Waspodo, kata Mbah Harto). Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang pernah marak di zaman Suharto, dan kini pun masih tetap eksis merupakan bagian dari apa yang disebut NAM. Di zaman dulu, NAM itu berbentuk kepercayaan Esoteris yang beranggapan jika “God for All, and All for God”. Sekarang, NAM itu memiliki nama “indah” yakni PLURALISME. Semua agama itu sama, demikian akidahnya. Orang-orang liberal merupakan salah satu yang berakidah seperti ini.
Di negeri ini, sedikit banyak, akidah Pluralisme telah menjangkiti tokoh-tokoh agama. Banyak dari mereka yang sekarang malu-malu menegakkan Islam secara kafah dan Syumuliyah, tidak mau menegakkan syariat Islam dalam perjuangan hidupnya, dan tanpa malu-malu menyatakan dengan terbuka jika “politik aliran” (maksudnya perjuangan syariat Islam di parlemen) telah mati. Ini sama saja ketika Filsuf Atheis Jerman, Ludwig Von Fuerbach, menyatakan, “Tuhan telah mati!”. Fuerbach merupakan salah seorang pencetus materialisme yang kemudian dijadikan salah satu pijakan filsafat Marxisme, setelah dicampur dengan Dialektika Hegelian (Materialisme Dialektis).
NAM dalam bentuk modern memiliki banyak nama, namun esensinya satu, yakni akidah yang beranggapan semua agama itu sama, semua agama itu benar, dan pada puncaknya menisbikan kewajiban-kewajiban syariat dalam agama, seperti jika dia seorang Muslim maka dia tidak lagi sholat, tidak lagi puasa di bulan Ramadhan, tidak lagi membayar zakat, tidak lagi mau memperjuangkan syariat Islam dalam kehidupan bernegara, tidak lagi mau berjihad, dan sebagainya.
Islam tinggal menjadi aksesoris di KTP dan di akte kelahiran, namun di hatinya telah kering dari pembelaan terhadap Islam dan umat-Nya, seperti tidak mau mendoakan dan mendirikan sholat ghaib bagi saudara-saudaranya di Jalur Gaza Palestina ketika mereka tengah dibantai kaum Zionis-Israel.
Pluralisme yang merupakan akidah dari NAM, sesungguhnya merupakan agama yang hendak dibentuk oleh kaum Zionis terhadap seluruh umat manusia, di mana kaum pewaris iblis ini di hari akhir ingin mendirikan satu dunia, satu agama, dan satu pemerintahan (The New World Order). Satu untuk semua dan Semua untuk satu. One for All and All for One.
Dan bagi manusia-manusia yang masih sulit untuk diajak memegang akidah Pluralisme, maka Zionis pun telah memiliki rencana-B yakni menjadikan mereka sebagai pemeluk-pemeluk agama yang kolotnya keterlaluan alias jumud. Agama diartikan sebagai benda mati, di mana semua dinamisasi kehidupan dianggap sebagai heresy (bid’ah). Hal ini ada di dalam semua agama formal seperti Islam dan Kristen.
Apakah meditasi-meditasi yang diiringi musik NAM, dan sebagainya itu, termasuk NAM? Saya tidak ingin menjawab ya atau tidak. Namun coba perhatikan, apakah di dalam kegiatan tersebut ada “akidah Pluralisme”? Ada istilah jika semua agama itu benar? Ada istilah jika yang penting ada spiritualitas, bukan agama? Ada salah seorang petingginya yang Yahudi yang bernama Zohar (ini nama salah satu kitab Yahudi Kabbalah)? Jika ya, maka Anda nilai saja sendiri.
Dalam akidah Islam, NAM yang berakidah Pluralisme jelas nggak bener. NAM adalah sunnah Yahudi, bukan Sunnah Muhammad SAW. Wallahu’alam bishawab.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh