Assalamualaikum Ustadz.
Beberapa hari lalu saya baca tulisan yang bilang kalau kuas yang beredar di Indonesia terbuat dari bulu babi. Terus terang ini bikin saya terkejut. Pertama, karena kerja saya adalah tukang cat, lalu, yang saya cat macam-macam bangunan Ustad, mulai rumah tnggal sampai masjid dan musolla.
Saya sedikit shock, jangn-jangan yang saya pakai selama ini kuas yang berasal dari bulu babi, terus masjid-masjid juga dicat pake kuas bulu babi. Jangan-jangan masjid-masjid di banyak tempat di Indonesia juga dicat menggunakan kuas bulu babi.
Afwan, kiranya dengan posisi Ustadz yang berpengaruh bisa membantu.Syukron.
Alaykum salam warahmatullahi wabarakatuh. Jazakallah atas pertanyaannya saudaraku, Muhtadi Rosid. Semoga Allah memberikan kita petunjuk dalam melihat sebuah persoalan yang sangat penting bagi umat. Allhuma Amin.
Pemanfaatan babi hukumnya haram, baik atas daging, lemak, maupun bagian-bagian lainnya. Firman Allah SWT dalam QS.5:3 mengharamkan konsumsi bangkai, darah, dan daging babi. Demikian juga dengan firman-Nya dalam QS.6:145 dan QS.16.115, mengharamkan konsumsi bangkai, darah, dan daging babi. Dalil-dalil pada beberapa ayat ini merupakan nash yang jelas, yang menegaskan tentang keharaman, antara lain mengkonsumsi babi.
Al-Qur’an menggunakan kata lahma (daging) karena sebagian besar pengambilan manfaat dari babi adalah daging. Selain itu, dalam daging babi selalu terdapat lemak. Kendati Al-Qur’an menggunakan kata lahma, pengharaman babi bukan hanya dagingnya. Tetapi seluruh tubuh hewan babi. Pandangan ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh:min dzikri’l-juz I wa iradati’l kulli. Artinya yang disebutkan sebagian dan dikehendaki seluruhnya.
Fenomena Kuas dari Bulu/Rambut Babi
Saudraku, sejujurnya berita ini memang belum banyak dikonfirmasi oleh pengambil kebijakan, padahal kasus temuan bulu babi sebagai bahan dasar pemakaian kuas bukan baru-baru ini terjadi, tidak saja di cat namun juga beberapa alat lainnya. Setidaknya fakta ini menjadi polemik hangat setelah Harian Republikamenurunkan berita pada tanggal 9 Agustus 2002 mengenai temuan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Berdasarkan hasil temuan salah seorang anggota LPPOM MUI ketika melakukan audit halal ke sebuah perusahaan kue dan roti di Jakarta, ia menemukan satu hal mencurigakan dimana ia menemukan ada kata ‘Bristle’ pada gagang kuas.
Dalam kamus Webster, kata itu berarti bulu babi. Kekhwatiran petugas dari LPPOM MUI ini memang beralasan. Mengingat, kuas atau alat penyaput selama ini tidak hanya dipergunakan sebagai alat pemoles adonan penganan saja. Tetapi, barang tersebut juga sering dipergunakan sebagai piranti kosmetik, untuk bedakan dan memoles eye shadow. Selain itu kuas juga dipergunakan untuk alat melukis atau menggambar. Bukti teranyar mengenai hal ini bisa kita lihat di situs kecantikan ULTA Beauty yang menyatakan berbagai alat kosmetik dari bahan dasar bulu babi.Disitusnya mereka mencantumkan Boar Bristles yang berarti ‘Babi Jantan’ dalam beberapa produknya.
Melihat fenomena seperti ini, Tim Jurnal Halal segera melakukan survei terhadap kuas kue, kosmetika, dan gambar di pasaran. Hasil survei yang dilakukan secara sederhana menunjukkan bahwa hampir semua kuas yang beredar berasal dari bahan baku bulu/rambut babi. Sayangnya, survei itu tidak menyebutkan lebih lanjut dari mana kuas tersebut berasal.
Tetapi informasi sementara menyebutkan, kuas bulu babi berasal dari perusahaan di China (Anping Bristle dan Tail Hair Group). Perusahaan ini memakai bahan baku bulu ekor kuda, bulu kambing, dan juga bristle (bulu babi) serta berbagai bulu yang dikelompokkan sebagai bulu halus.
Sebagai informasi, Anping adalah perusahaan yang memiliki sejarah 400 tahun dalam memproses bristle dan bulu ekor hewan. Perusahaan ini merupakan pusat distribusi terbesar bulu ekor hewan di utara Cina. Disebutkan, sekitar 50.000 orang lebih yang bergabung dalam proses produksinya dan memiliki lebih dari 1.000 workshop yang menyebar di berbagai negara.
Perusahaan ini memiliki tujuh unit pabrik untuk memproduksi barang yang terbuat dari bulu. Hasil produknya, khususnya yang terbuat dari bahan bulu ekor kuda dan hewan lainnya, diekspor ke Amerika Serikat, Italy, Korea Selatan dan negara-negara lainnya, termasuk Indonesia. ”Namun masih ada kuas yang bebas dari bulu/rambut babi,” ungkap Tim Jurnal Halal.
Tips Menghindari Kuas Dari Bulu Babi
Nah ini menjadi penting bagai saudara dan kita semua untuk mengetahui bagaimana cara membedakan mana kuas yang memakai bulu babi atau tidak? Sesuai hasil survei Tim Jurnal Halal, untuk menentukan apakah kuas yang saudara gunakan berasal dari bulu/ rambut babi, bisa menempuh langkah yang sangat mudah dan sederhana. Rambut atau bulu adalah suatu protein yang bernama keratin. Keratin merupakan salah satu kelompok protein yang dikenal sebagai protein serat.
Protein serat memiliki struktur panjang. Setiap hewan memiliki protein keratin pada bagian dermis (permukaan) dari kulit, kuku, paruh, sisi ikan, tanduk, dan kuku binatang. Sebagai halnya protein, maka rambut/bulu yang mengandung keratin saat dibakar akan menimbulkan bau yang khas. Bau khas tersebut sama ketika kita mencium aroma daging yang dipanggang.
Sementara bila kuas itu terbuat dari ijuk atau sabut ketika dibakar pasti akan langsung terbakar, dan tidak mengeluarkan aroma spesifik selain bau abu pembakaran. Ketika dibandingkan dengan sapu ijuk dibakar jelas sekali terdapat perbedaan bau yang sangat kentara.
Selain ciri-ciri tadi, kuas yang terbuat dari bulu/rambut babi masih memiliki perbedaan pada warna. Kuas yang terbuat dari bulu/rambut babi biasanya berwarna putih. Biasanya kuas yang berwarna putih nan lembut itu harganya lebih tinggi dibanding barang serupa. Kuas berwarna putih itu di pasaran biasa disebut kuas bristle.
Perlu Kebijakan Yang Tegas
Namun memang kita berharap beberapa lembaga muslim bisa kemudian mengidentifikasi lebih komperhensif kembali terkait bulu babi agar kasus ini tidak kembali terjadi. Sebab menurut saya ini menjadi penting. Pasca temuan LPPOM MUI tahun 2002, perusahaan yang memakai bulu babi tidak juga jera. Pada tahun 2008, misalnya, LPPOM MUI Kaltim mengungkapkan bahwa hampir semua perusahaan pembuat roti di provinsi itu masih menggunakan kuas untuk mengoles mentega terbuat dari bulu babi.
"Kami menemukan hampir semua perusahaan pembuat roti di Kaltim, menggunakan kuas yang terbuat dari bulu babi," ujar Sekretaris Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LP POM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim, Drh. Gina Septiani Gina saat dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Kamis.
Temuan itu terungkap, kata Sekretaris BP POM Kaltim, saat perusahaan pembuat roti mengurus izin sertifikasi ke LP POM MUI Kaltim. "Tapi, umumnya mereka (perusahaan pembuat roti) sangat kooperatif dan berjanji akan menggunakan kuas yang halal," katanya.
Dokter Hewan dosen di Universitas Mulawarman Samarinda itu mengaku, LP POM MUI tidak memiliki kewenangan menindak pengusaha yang kedapatan menggunakan kuas berbahan bulu babi itu. Namun hanya sebatas memberikan himbauan.
"Kami tidak berhak memberikan sanksi dan hanya menghimbau agar perusahaan pembuat roti itu mengganti bahan kuasnya," ujar Gina septiani.
Bersama tim LP POM MUI, Gina Septiani mengaku tengah melakukan sertifikasi di beberapa kabupaten/kota di Kaltim.
"Kami juga menemukan beberapa perusahaan pembuat roti di Kabupaten Bulungan yang menggunakan kuas bulu babi. Saat ini, kami tengah berada di Kabupaten Berau dan juga menemukan empat perusahaan roti menggunakan kuas bulu babi. Kami akan melakukan sertifikasi di sejumlah perusahaan di kabupaten Nunukan dan Tarakan hingga tanggal 11 Agustus 2008," katanya kala itu.
Sebelumnya lanjut Sekretaris LP POM MUI itu, juga menemukan 10 dari 19 perusahaan pembuat roti yang mengurus izin sertifikasi menggunakan kuas bulu babi di Kota Balikpapan.
"Jika diprosentasekan, 90 persen perusahaan pembuat roti menggunakan kuas berbahan bulu babi. Alasan mereka, bahannya lembut sehingga mudah digunakan," ujar Gina Septiani.
Walhasil menurut saya, kita tidak perlu menunggu kebijakan dari pihak terkait mengenai kuas dari bulu babi. Karena dari dulu pun tidak ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah terkait usulan LPPOM MUI.
Minimal menurut saya, kita bisa menghindari kata Bristle dalam membeli sebuah kuas. Terlebih kuas ini akan kita pakai untuk tujuan mencat mesjid sebagai sebuah tempat suci yang tidak boleh disusupi najis seperti bulu babi. Sekalipun masih ragu, kita bisa menjalankan serangkaian tes seperti tips yang sudah dihantarkan dimuka. Allahua’lam
“ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan..” (QS. 5:3). Allhua’lam. (Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi)