Ustdz saya salah seorang mhasiswa psikologi, kebetulan saya mendapatkan hasil slide kajian ust saat di kajian zionsme, kebetulan saya dapat dari teman saya, jujur saya jadi sadar bahwa psikologi itu berasal dari yahudi, pelajaran yang saya dapat di kampus jauh pula dri islam. ustadz saya jadi takut, apakah saya harus keluar dari fakultas psikologi, padahal orang tua mengharapkan saya jadi psikolog, saya berhasil masuk PTN favorit itupun tidak mudah (tahu sendiri, saya mesti latihan tengah malam dan orang tua banyak keluar uang karena saya ikut lembaga bimbel). saya harus bagaimna ust, di satu sisi saya tidak mau ikut menanggung beban ini. makasih untk jawabannya :(:(
Saudaraku Putra, alhamdulillah jika sudah ada kesadaran dalam diri saudara tentang kekeliruan psikologi. Saat ini, psikologi memang berkembang menjadi ilmu tanpa tuntunan Allah.
Nama-nama psikolog pun tidak saja dihiasi dari para tokoh Yahudi, namun psikolog-psikolog itu juga mengangkat ilmuanya dari millah Yahudi yang sekuler dan menafikan peran Allah. Maka itu, tak aneh jika Muhammad Quthb mengatakan bahwa dua sektor yang kuat dinflitrasi oeh Yahudi adalah, Pendidikan dan Psikologi.
Psikologi dan Millah Yahudi
Istilah psikologi sendiri awal kali pertama muncul ketika seorang kaballah bernama Plato menyebut istilah psyche dalam struktur jiwanya. Ia membagi manusia menjadi tiga bagian, yakni, akal, afeksi, dan nafsu. Akal ada dikepala, afeksi terletak di dada, dan nafsu berada di perut.
David Livingstone dalam tulisannya “Plato The Kabbalist” sampai menyatakan keprihatinannya bahwa gurita Filsuf Kabbalis seperti Plato ini telah menjadi pilar banyak doktrin yang telah melanda abad kedua puluh.
Sedari awal Plato sama sekali tak mengkaitkan manusia sebagai seorang hamba Tuhan. Oleh karenanya psikologi ditolak dalam teologi Kristen, karena menerima psikologi akan berimplikasi pada ketuhanan Yesus.
Terputusnya nilai-nilai keIslaman dalam Psikologi, akan sangat terasa saat kita mendapatkan matakuliah psikodiagnostik. Mata kuliah ini bisa meraba kepribadian orang hanya bermodal pensil dan kertas. Ini jelas berbahaya sekali.
Psikodiagnotisk tidak lain adalah hasil saduran dari ajaran positivisme August Comte yang menafikan peran Allah dan mengagungkan empirisme. Comte sendiri adalah seorang Freemason yang ditugaskan menghancurkan Khilafah Ustmaniyah dan mengganti ajaran Islam dengan humanisme.
Dalam suratnya kepada seorang petinggi Turki Usmani, Mustafa Rasid Pasya, August Comte menulis, “Sekali Usmaniyah mengganti keimanan mereka terhadap Tuhan dengan humanisme, maka tujuan di atas akan cepat dapat tercapai.” Comte juga mendesak agar Islam diganti dengan ajaran positivisme.
Anda bayangkan dalam tes gambar, kepribadian seseorang akan ditentukan dari apa yang digambarnya (biasanya gambar orang). Masalahnya, hasil dari gambar ini akan merepresentasikan diri kita sendiri dari mulai tangan, kaki, mata, dan kepala.
Akhirnya karena bersendikan hanya kepada sebuah gambar, maka kita jangan kaget, jika seorang akhwat yang mencoba melukis dirinya berjilbab akan dapat cap egois dan tidak mau mendengarkan orang lain. Kenapa? Itu semua terjadi akibat konsekuensi logis seorang wanita berjilbab yang tidak akan mungkin memperlihatkan telinga (karena ditutupi jilbab) dalam gambarnya. Saudara mengerti maksud saya kan?
Dan lebih dalam daripada itu, apakah menggambar manusia dibolehkan dalam Islam, lebih-lebih dijadikan patokan kepribadian. Ini bukan hal sepele, karena Rasulullah sendiri pernah bersabda, “Jangan kamu membiarkan ada gambar kecuali kamu hapus dan tidak pulan kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969)
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 5525)
Sekarang kita beralih kepada konsep parenting yang banyak dilakoni psikolog muslim saat ini. Mereka mengembangkan apa yang disebut “Never Say No To Children”. Dalam konsep ini kita diharamkan untuk mengatakan jangan dan tidak kepada anak. Ini jelas konsep yang menyesatkan.
Konsep ini dibangun oleh Sigmund Freud, psikoanalis dan pengikut sekte Kabbalah Shabbatai Sevi yang menyatakan keinginan tidak boleh dibatasi. Bahwa menyatakan larangan akan membunuh potensi anak dan cenderung mengantar anak ke jurang neurosis.
Padahal Islam adalah konsep yang mengandung larangan dan anjuran. Dan menariknya Lukman sendiri memakai kata jangan kepada anaknya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya : “Hai anakku.. janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar..” (QS. Luqman 13)
Saran dan Tanggapan
Saudaraku, mengemban amanah orang tua tentu adalah perbuatan yang sangat mulia. Orang tua adalah pihak yang harus kita taati sepanjang tidak menyalahi dan menyimpang dari aturan agama. Saya hanya berpesan keputusan saudara untuk berhenti kuliah, janganlah dikarenakan faktor emosional semata. Bagaimanapun memutuskan perkara besar haruslah melalui pertimbangan yang matang dan mantap.
Untuk hal itu, saudara bisa mendirikan Shalat Istikharah sebagai ciri insan bertauhid yang menyerahkan segala urusan hanya kepada rabbnya. Dialogkanlah secara baik-baik kepada orangtua yang mengharapkan saudara menjadi psikolog tentang kekeliruan-kekeliruan psikologi saat ini.
Yang lebih penting daripada itu, kecintaan saudara dan keluarga untuk berkhidmat dalam dunia psikologi bisa diwujudkan dengan semangat yang betul-betul Islami. Jauhkanlah pandangan terhadap kepribadian manusia dari millah Yahudi. Kajilah Psikologi dalam kacamata Islam, atau ada yang menyebutnya dengan Islamisasi Psikologi.
Banyak para ulama muslim yang belum digali keilmuannya dan kita akan melihat begitu hebatnya Islam berbicara mengenai jiwa manusia ketimbang psikologi Barat. Katakanlah Ibnu Taimiyyah, Ibn Qayyim Al Jauzi, Ibnu Hazm, Al Ghazali. Mereka-mereka adalah ahli tauhid yang membicarakan jiwa karena langsung berdasar atas firman Allahuta’ala dan hadis-hadis Rasulullah. Allahua’alam.
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS Al-Baqarah: 147). Wallahua’lam