Kisah

Unit di Graham avenue ini adalah tempat tinggalku yang kedua setelah selama lima hari aku menumpang tinggal di rumah Bapak Novera di Graduate House (Nama salah satu unit milik University of Wollongong). Aku merencanakan untuk pindah kost ke tempat baru, karena Pak Lukman akan kembali dari Indonesia

Di sela-sela kesibukan menuntut ilmu, saya berkesempatan pula melancong ke beberapa tempat di negeri yang berpenduduk asli suku Aborigin dan lebih banyak berupa padang pasir ini. Sebuah pengalaman mengesankan saya rasakan ketika berkunjung ke Lakemba di negara bagian New South Wales.

Pertanyaan itulah yang terlontar pertama kali dari seorang teman dan sekaligus saudara seiman di Wollongong ini. Muhammad Fauzi, itulah nama indahnya. Terkadang saya memanggilnya “brother”, karena itulah panggilan yang khas untuk sesama muslim di Wollongong dan juga dibeberapa wilayah diAustralia.

“Bagus kalau kamu paham, saya juga akan menekanmu supaya lari lebih kencang lagi. Saya hanya akan mengajari sekali ini saja dan kamu hari ini masih jadi pendamping. Ini tidak berlaku buat besok, karena kamulah yang jadi pekerja utama, saya yang mendampingi.

Ada mahasiswa di pojok itu berjas sangat rapi, berdiri. Aku bertanya pada samping kananku, “Eh itu siapa ya?” Yang ditanya, mahasiswa senior, doktor tahun ketiga, menggelengkan kepalanya sambil melongo. Aku bertanya pada samping kiriku, “Eh dia itu anggota lab kita?”

Ya, aku sudah memutuskan, di sana saja, di belakang printer, tempat paling diburu mahasiswa dan biasanya hanya yang senior yang bisa menempatinya. Ah..iya..sudah di posisi senior aku sekarang. Betapa cepatnya waktu berlalu.

Ada hal yang lucu yang sering terjadi pada pelajar muslim Indonesia, antara lain takaran makanan yang diberikan yang selalu berlebihan, karena mereka menakar dengan ukuran “perut” orang-orang Timur Tengah.

Semakin bertambahnya jumlah umat muslim di Wollongong serta kekosongan gereja itu akhirnya membuat umat Islam Wollongong mempunyai inisiatif untuk berswadaya mengumpulkan uang dan membeli gereja tersebut untuk dijadikannya sebuah masjid.

Langkah demi langkah telah membawa saya menuju ke negeri seberang. Negeri dimana saya belum pernah menapakkan kaki sebelumnya. Tetapi saya sangat yakin, bahwa dimanapun saya berada, saya masih tetap berada dibumi dan lindungan Alloh SWT.

Kepulangan saya yang kedua ke Indonesia adalah dengan Qatar Airways, jadi berhenti sebentar di Doha. Bandara Doha sekilas tidak terlalu besar. Di dalam bandara pun tidak ramai. Ada pemeriksaan juga ketika turun dari pesawat tetapi tidak berlebihan layaknya di Dubai.