“Ki, bukankah Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi kita ki?” Tanya Maula.
“Benar Nak Mas, bahkan dengan tegas Al-Qur’an menyatakan bahwa ‘tidak ada keraguan di dalamnya’ sebagai petunjuk orang-orang mutaqin.” Jawab Ki Bijak, sambil mengutip ayat Al-Qur’an.
"Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa."(QS. Al-Baqarah [2] : 2)
“Lalu kenapa masih banyak orang yang membaca Al-Qur’an, tapi masih banyak di antara kita yang masih kelimpungan mencari petunjuk lain selain Al-Qur’an, apanya yang salah ki?” Tanya Maula.
“Tidak ada yang salah bagi kita yang rajin dan pandai membaca Al-Qur’an, dan jika kita belum menemukan Al-Qur’an sebagai petunjuk, itu karena kita belum menunaikan hak-hak Al-Qur’an.” Kata Ki Bijak.
“Hak-hak Al-Qur’an ki?” Tanya Maula
“Benar Nak Mas, kadang kita terlalu sibuk menuntut Al-Qur’an sebagai ini dan itu, sementara hak-nya tidak pernah kita hiraukan.”
“Al-Qur’an juga mempunyai hak atas kita, yang jika hak-hak Al-Qur’an itu kita tunaikan, insya Allah, kita akan benar-benar mendapati Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kita, bahkan lebih dari itu, Al-Qur’an akan menjadi rahmat dan pemberi syafaat bagi kita di yaumil akhir nanti.” Sambung Ki Bijak.
“Apa saja hak-hak Al-Qur’an atas kita ki?” Tanya Maula.
“Setidaknya ada lima hak Al-Qur’an yang harus kita tunaikan, yang pertama, hak Al-Qur’an atas kita adalah dibaca sesuai dengan ketentuan tajwid dan mahroj-nya.” Kata Ki Bijak.
“Alhamdulillah, kalau sekarang ini banyak metode pembelajaran Al qu’ran yang bagus, yang bisa dengan cepat mengajar kita untuk bisa baca Al-Qur’an, hanya kadang sebagian kita kurang terlalu peduli dengan kaidah-kaidah baca Al-Qur’an yang benar, sehingga keagungan bacaan Al-Qur’an sebagai kalam ilahi, menjadi kurang tampak, dan bahkan bagi sebagian orang, membaca Al-Qur’an tidak lebih penting dari membaca koran, ini yang harus kita perbaiki, sebagai salah satu langkah kita untuk memenuhi hak Al-Qur’an atas kita, baca Al-Qur’an sesuai dengan ketentuan dan kaidahnya.” Kata Ki Bijak.
“Lalu hak Al-Qur’an yang kedua atas kita apa ki?” Tanya Maula.
“Setelah kita bisa membaca Al-Qur’an, maka akan timbul hak Al-Qur’an yang kedua, yaitu memahami artinya, baik arti secara harfiah, maupun arti maknawi (tafsir)-nya.” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas masih ingat, apa saja yang terkandung dalam Al-Qur’an?” Tanya Ki Bijak.
“Ya ki, secara garis besar, Al-Qur’an mengandung pelajaran ketauhidan, kisah-kisah bangsa terdahulu serta hukum-hukum atau syari’at.” Jawab Maula,
“Karenanya, kita harus benar-benar memahami apa arti bacaan Al-Qur’an, agar kita bisa melaksanakan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an serta menjauhi apa yang dilarang Allah seperti tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an,”
“Atau bagaimana mungkin kita bisa menjadikan kisah-kisah bangsa terdahulu yang diterangkan Al-Qur’an sementara kita tidak mengetahui apa yang dikatakan Al-Qur’an? untuk itulah kewajiban kita terhadap Al-Qur’an adalah mengerti dan memahami arti dan maknanya.” Kata Ki Bijak.
Maula manggut-manggut mendengar penjelasan gurunya, “Yang ketiga ki?” Tanyanya kemudian.
“Hak Al-Qur’an yang ketiga adalah dihapal.” Kata Ki Bijak.
“Nak Mas masih ingat dengan hadits yang menunjukan keistimewaan orang yang hapal Al-Qur’an?” Tanya Ki Bijak.
“Ya ki, dari Abi Hurarirah r.a. ia berkata, ‘Rasulullah SAW mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah SAW mengecek kemampuan membaca dan hapalan Al-Quran mereka. Setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hapalan Al-Qur’an-nya’,”
“Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah SAW, ‘Berapa banyak Al-Qur’an yang telah engkau hapal, hai fulan?’ ia menjawab, ‘aku telah hapal surah ini dan surah ini, serta surah Al-Baqarah.’ Rasulullah SAW kembali bertanya, ‘Apakah engkau hapal surah Al-Baqarah?’ Ia menjawab, ‘Betul.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!’.” Kata Maula mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmizi.
“Benar Nak Mas, itu salah satunya, dan masih banyak lagi hadits yang menyatakan betapa orang yang di dalam dadanya hapal Al-Qur’an, mendapat kehormatan di sisi Allah dan Rasul-Nya, seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ‘Penghapal Al-Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al-Quran akan berkata, “Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia,” kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al-Quran kembali meminta, “Wahai Tuhanku tambahkanlah,” maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al-Quran memohon lagi, “Wahai Tuhanku, ridhailah dia,” maka Allah SWT meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, “bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga),” dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nimat dan kebaikan’.” Kata Ki Bijak.
“Selanjutnya, Al-Qur’an mempunyai hak atas kita untuk diamalkan, bacaan yang bagus, pemahaman arti yang baik, dan hapalan yang banyak, tidak boleh lantas menjadikan kita bangga diri, karena bacaan, arti dan hapalan yang tidak disertai dengan pengamalan yang baik dan benar, laksana pohon rindang tanpa buah, tak banyak memberikan manfaat pada orang yang memilikinya.” Kata Ki Bijak.
“Bahkan menurut hemat Aki, pengamalan nilai-nilai yang terkadung dalam Al-Qur’an merupakan hal terpenting dalam upaya kita memenuhi hak-hak Al-Qur’an.” Kata Ki Bijak lagi.
“Ki, kalau ada orang yang sudah mengamalkan Al-Qur’an, tapi tidak bisa membaca Al-Qur’an bagaimana ki?” Tanya Maula.
“Benar, ada orang yang sudah mengamalkan Al-Qur’an meski ia tidak bisa membacanya, tapi itu sama sekali tidak berarti menggugurkan kewajibannya untuk belajar membaca Al-Qur’an, belajar memahami artinya, belajar menghapalnya, karena kewajiban tetaplah kewajiban, yang harus ditunaikan, dan insya Allah, mereka yang sudah melaksanakan hukum-hukum Al-Qur’an sebelum bisa membacanya, akan menjadi lebih baik lagi pengamalan Al-Qur’anya kalau ditambah dengan membaca, mengerti dan menghapal Al-Qur’an dengan baik.” kata Ki Bijak.
“Selanjutnya, mengajarkan Al-Qur’an juga merupakan sebuah kewajiban kita terhadap Al-Qur’an yang harus kita laksanakan, ajarkan apa yang kita mampu, walaupun hanya satu ayat.” Kata Ki Bijak.
“Buah yang matang dan ranum, tidak akan dapat dirasakan manis dan nikmatnya jika hanya dibiarkan menggantung diketinggian pohonnya, untuk itu, buah itu harus kita petik dan kita sampaikan, agar orang lain bisa menikmati manis dan lezatnya buah yang kita hasilkan.” Kata Ki Bijak.
“Ki, setelah mendengar penjelasan Aki tadi, ana merasa, ana masih punya banyak ‘hutang’ terhadap Al-Qur’an ki, bacaan Al-Qur’an ana masih banyak kurangnya, pemahaman ana terhadap Al-Qur’anpun masih sedemikian dangkal, apalagi menghapal dan mengamalkannya, ana merasa masih sangat-sangat jauh ki.” Kata Maula.
“Aki-pun demikian Nak Mas, masih banyak hak-hak Al-Qur’an yang belum bisa Aki penuhi seluruhnya, tapi setidaknya mulai sekarang, marilah kita kembali buka dan pelajari lagi Al-Qur’an, agar kita tidak termasuk orang yang dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban kita terhadap Al-Qur’an.” kata Ki Bijak merendah.
“Ki, adakah kiat yang bisa ana pakai untuk bisa belajar Al-Qur’an dengan benar ki.” Tanya Maula.
“Setiap orang, memiliki cara dan kekhususan tersendiri dalam mempelajari Al-Qur’an, setiap orang mungkin berbeda cara belajarnya, namun setidaknya kita harus memiliki beberapa hal mendasar sebagai modal kita untuk belajar Al-Qur’an.” Kata Ki Bijak.
“Apa saja modal dasar itu, ki?” Tanya Maula.
“Pertama, Niat dan komitmen yang kuat, niatkan belajar kita lillahi ta’ala, hanya semata karena mengharap ridha-Nya, kemudian, tanamkan dalam diri kita sebuah komitmen yang tinggi untuk benar-benar belajar dan mempelajari Al-Qur’an.”
“Kedua, tanamkan selalu sifat rendah hati, sifat tawadlu, agar kita tidak cepat merasa bosan atau cepat merasa puas dengan apa yang telah kita pelajari.”
“Ketiga, belajarlah terus menerus dengan penuh kesungguhan.”
“Keempat, amalkan apa yang sudah kita pelajari, misalkan kita sudah belajar baca bismillah, pahami apa arti dan makna yang terkandung didalamnya, kemudian amalkan dalam keseharian kita, bahwa tidak ada satupun aktivitas kita yang lepas dari memohon pertologan kepada Allah, yaitu dengan membaca Bismilllah.”
“Selanjutnya, untuk membantu proses belajar kita, ajarkan apa yang sudah kita pahami, proses ini akan membantu ingatan kita terhadap apa yang telah kita dapat, dengan mengajarkan, secara otomatis kita selalu mengulang-ulang pelajaran yang sama, sehingga tingkat pemahaman dan belajar kita insya Allah menjadi lebih baik.”
“Kemudian, kalau lima proses diatas sudah kita lakukan dengan benar, maka kita akan memiliki karakter.” kata Ki Bijak
“Apa cirinya kita sudah memiliki karakter ki?” Tanya Maula
“Cirinya, kita akan merasa rugi kalau sehari saja kita tidak baca Al-Qur’an,kita akan merasa kehilangan, kalau sehari saja kita tidak buka Al-Qur’an, atau kita akan merasa bersedih karena kehilangan momentun belajar Al-Qur’an, setiap hari, setiap saat dan setiap detik, orang yang memiliki karakter ini akan menunjukan semangat dan keinginan yang kuat untuk belajar Al-Qur’an.” Kata Ki Bijak.
“Alangkah bahagianya mereka yang sudah memiliki karakter seperti itu ya ki.” Kata Maula.
“Ya, berbahagialah orang yang memiliki karakter positif seperti itu, sebaliknya kita mesti berhati-hati kalau justru karakter negatif secara tidak sengaja menempel pada diri kita.” Kata Ki Bijak.
“Contohnya apa ki?” Tanya Maula.
“Menunda waktu shalat, kadang juga merupakan menjadi ciri atau karakter seseorang, sehingga kalau ia shalat tepat waktu, malah merasa rugi dan terganggu.”
“Kemudian lagi kebiasaan mencela, juga bisa jadi karakter seseorang, sehingga kalau belum mencela, rasanya gatal, dan lain sebagainya.” Kata Ki Bijak memperingatkan Maula untuk berhati-hati.
“Ya ki, semoga ana bisa memiliki karakter positif dan semoga pula ana terhindar dari karakter negatif tadi ya ki.” Kata Maula.
“Semoga Nak Mas.” Kata Ki Bijak.
Wassalam.
Abu Maulana
http://bahasahati.blogspot.com/