Cheng mengaku kaget sekaligus bingung, bagaimana dirinya yang seorang Tionghoa bisa menjadi seorang muslim. Mengingat, sebagai orang Tionghoa, mereka memiliki tradisi, ritual, dan kepercayaannya sendiri. Tanpa menjawab pertanyaan imam itu, dia kemudian berterima kasih kepada imam dan pergi.
“Kemudian saya kembali ke toko, saya menutup pintu hari itu dan hanya duduk diam di sudut. Berkali-kali saya melihat di depan mata saya adegan-adegan ketika tsunami melanda para pria berpakaian kain putih, mengarahkan air, mengangkat masjid. Malaikat Tuhan melakukan pekerjaan-Nya, dan saya diizinkan untuk menyaksikannya. Saya tidak membuka toko saya selama dua hari, saya hanya duduk di sana dan merenung,” tutur Cheng.
Pada hari ketiga setelah menemui imam masjid itu, ada seseorang yang mengetuk pintu tokonya. Seseorang itu adalah imam masjid yang mencarinya. Dia khawatir karena dia melihat toko Cheng tutup selama tiga hari dan itu belum pernah terjadi sebelumnya.
“Saya sedang berpikir imam,” ujarnya. “Saya pikir kamu benar, Tuhan memberi saya tanda, bahkan pertanda besar. Saya seharusnya tidak menjadi bodoh sekarang dan lupakan saja. Bisakah Anda memberi tahu saya cara menjadi seorang muslim?” lanjutnya.
Imam itu tersenyum sambil berkata, “Paman sangat mudah, kamu hanya perlu melafalkan kata-kata ini,” kata dia sambil menunjukkan Cheng selembar kertas, Cheng lalu melafalkan dua kalimat syahadat.
Setelah itu, Cheng merasa seolah-olah cahaya terang memenuhi tokonya. Sejak hari itu, imam datang setiap hari untuk mengajarinya tentang Islam. Imam itu juga menunjukkan kepadanya bagaimana berdoa dan cara membaca Alquran.
“Dan setelah saya bisa salat, saya juga ikut salat di Masjidil Agung dan itu adalah salah satu hal terindah dalam hidup saya, alhamdulillah,” ujar dia.[viva]