“Teman-teman kaget, menjauh. Ada yang minta maaf dikira gara-gara salah dia aku masuk Islam. Ada yang bilang karena orang tuanya bangkrut, jual agama, guru Kristen di sekolah juga jadi acuh. Tapi guru Islam-nya justru yang support,” bebernya.
Semenjak menjadi santri di Pesantren Pembinaan Mualaf Yayasan An-Naba Center Indonesia, Tangsel, Khadijah kini semakin yakin dengan agama yang dia pilih. Dia merasa tenang dan belajar lebih luas lagi soal Islam.
Di yayasan tersebut, dia belajar banyak hal. Mulai dari membaca Quran, fiqih, terutama soal akidah dan tauhid.
Kini, dia memiliki pelajaran favorit yakni fiqih karena bisa mengetahui lebih luas soal aktivitas sehari-hari yang diatur dalam agama Islam.
“Paling suka soal fiqih, lebih banyak wawasannya soal aktivitas sehari-hari. Yang susah bahasa arab, nahwu shorof,” tuturnya.
Dia berharap, langkahnya hijrah bisa memotivasi sahabat dan teman-teman kecilnya dan di sekolahnya. Bahkan, Khadijah selalu mengirimi pesan-pesan keislaman kepada temannya melalui media sosial.
“Tesha bukan fanatik sama Kristen, tapi karena Thesa tahu mana yang benar. Thesa harap kalian mau baca. Thesa mohon sekali-sekali baca biar tahu, Thesa harap kalian juga bisa seperti Thesa. Buat yang mencari jati diri Islam bisa kabarin Thesa. Apa yang ditampilkan di TV soal pemboman pakai cadar, bukan berarti Islam tukang bom. Itu bukan Islam sebenarnya,” pungkas Khadijah.[sc]