“Mereka meminta Anda mengklaim yesus sebagai tuhan dan penyelamatmu dan itulah yang saya lakukan. Saya melakukannya tapi saya melakukannya secara membabi buta saat berusia 15 tahun. Saya tidak benar-benar meneliti dan hanya mengikuti apa yang orang katakan,” tuturnya.
Namun, ia mulai merasa ada yang aneh dari agama yang ia yakini itu. Sebab, ia mendengar bahwa semua anak yang belum pernah mendengar Injil tidak akan masuk neraka. Sang mualaf berpikir dan bertanya-tanya, bagaimana bisa takdir surga dan neraka seseorang sudah ditentukan sejak awal meski tanpa mengenal agamanya.
Di usianya yang masih remaja, ia lantas melupakan pertanyaan tersebut dan mengabaikannya. Hingga ia masuk ke perguruan tinggi dan memulai hidup baru yang berbeda. Ia mulai ke lingkungan baru dengan beberapa teman muslim di Maroko dan mengenal gaya berpakaian dengan hijab dan abaya yang menutupi aurat perempuan.
“Saya tidak tahu apa yang saya lakukan tapi saya akan mengenakan jilbab, saya tidak tahu mengapa tapi saya mau. Saya hanya melakukannya dan saya senang. Saya seperti oh itu gaun baru (abaya) jadi saya bersenang-senang di Maroko, itu adalah pengalaman yang luar biasa tetapi saya tidak pernah mempertanyakan apa pun yang mereka lakukan,” kenangnya.
Ironisnya, saat mualaf ini lulus dan bekerja di negara yang didominasi oleh Muslim, ia belum memahami Islam sama sekali. Sang mualaf bahkan senang bekerja di bank, yang mana mengharuskannya berhadapan dengan bunga bank.
Meski ia belum memahami bahwa bunga bank tak diizinkan oleh Islam, namun hati kecilnya seolah menolak pekerjaan itu. Ia pun keluar dan mencoba peruntungan dengan belajar seni fotografi.
Ia pindah ke Florida dan ikut sekolah fotografi. Di situ, ia bertemu dengan lingkungan baru yang membuatnya berkumpul dengan teman-teman muslim.
Saat ia hendak mengerjakan proyek bersama, ia memutuskan tetap memakai hijab karena merasa nyaman akan hal itu. Tetapi, di sinilah ia mendapat jawaban akan hijab yang harus dipakai oleh perempuan muslim.
“Dia (temannya) membuka mata saya tentang islam. Saya sangat feminis. Dan dia bilang saya selalu suka memperjuangkan hak-hak perempuan dan segalanya tapi seperti apa yang akhirnya Anda pelajari adalah seperti itulah Islam memberikan hak kepada wanita dan begitulah apa yang saya suka tentang hal itu dan jadi saya mulai mendengarkannya dan Anda mendapatkan sudut pandang lain,” terangnya.