Kali peristiwa lainnya, ketika Imam Syafi’i tiba di Mesir, rakyat Mesir berbondong-bondong menyambut kedatangan Imam Besar itu, hingga memunculkan kecemburuan dari para pemimpin pejabat di sana dan ulama-ulama Su’u yang khawatir tergeser pengaruh mereka.
Mereka pun merencanakan ingin membunuh Imam Syafi’i. Lantas Imam Syafi’i yang menyadari hal itu mengatakan: “Mereka menginginkan kematianku, sedangkan kematian merupakan jalan setiap manusia, bukan hanya jalanku.”
Begitulah sejarah mengajari kita. Akhirnya, sejarah mencatat Imam Syafi’i tetaplah mulia di sisi Allah dengan kebenaran yang beliau pegang. Hari ini semua orang berbangga menjadi pengikutnya.
Sedangkan bagi para pembencinya, adakah hari ini orang yang berbangga menjadi pengikut Mutharrif bin Mazin? Jangankan menjadi pengikutnya, sejarah pun menghilangkan namanya dari nama orang-orang mulia dan tidak lagi dikenal melainkan sebagai seorang yang jahat akal bulusnya.
Nanti kita kelak ingin dikenal sebagai apa oleh anak cucu kita. Pengikut kebenarankah atau orang yang bungkam dengan ketidakadilan? Semoga Allah senantiasa mencurahkan taufik dan kasih sayang-Nya kepada kita. Aamiin! (sdo)
Penulis: Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur’an,
Pensyarah Kitab Dalail Khairat