Simeon, dari Nigeria. Ia adalah seorang katolik yang taat. Bahkan di Nigeria selain bekerja sebagai insinyur di perusahaan telekomunikasi, ia juga menjalankan peran sebagai penyampai khotbah. Ia sebenarnya sudah memiliki gelar master di bidang engineering, tetapi karena tertarik bidang energi terbarukan ia ikut kuliah ini. Simeon adalah orang yang humoris, sering membuat suasana menjadi segar dan lucu di kelas. Melihat wajahnya saja saya sudah tersenyum.
Stanley juga berasal dari Nigeria. Ia juga katolik yang taat. Dan ia sedikit berbeda dengan Simeon. Stanley bagi saya layaknya seorang aktivis. Ia bahkan menyebut dirinya seorang politician, karena ia senantiasa mengikuti perkembangan politik di negerinya. Kami tinggal di asrama yang sama.
Pernah suatu ketika kami dalam perjalanan pulang menuju asrama dengan berjalan kaki, ia menceritakan betapa Nigeria itu amat kaya dengan sumberdaya alam, bahkan ia bilang termasuk yang terkaya di Afrika. Tetapi nada bicaranya menjadi keras bila menceritakan betapa segala kekayaan itu tidak menambah kemanfaatan apapun pada rakyat karena semua hasilnya dikorupsi oleh para pejabat negara tersebut. Ia bahkan menyebut presiden Nigeria sebelumnya adalah seorang perampok.
Ia bilang para perampok ini mengambil uang Nigeria dan kemudian membangun istana-istana, dan menanamkan uangnya di luar negeri. Saya yang mendengarnya ikut panas juga hati ini. Dapat saya tangkap jelas betapa ia benci dengan tingkah laku koruptor di negaranya. Tetapi ia kemudian mengatakan bahwa saat ini ada harapan bagi negerinya karena pemerintahan baru terlihat konsisten untuk membasmi korupsi.
Dan sang presiden katanya juga berlatar belakang akademisi. Tahukah saudaraku, jalan hidup apa yang dianut sang presiden baru yang diharapkan Stanley ini? Tidak lain adalah Islam, terselip nama Umar pada sang presiden. Tetapi terakhir saya melihat berita di internet, sang presiden ini juga mengalami benturan sana sini, bahkan ada kemungkinan pemerintahan berganti.Ya, sudah sunnatullah bahwa menolak kemungkaran akan selalu mendapat tantangan.
Andreas dan Sylvia, keduanya dari Jerman dan Austria. Sylvia adalah seorang gadis Austria yang ramah juga dan cantik. Ketika suatu saat kami melakukan excursion[1] ke kawasan pegunungan Alpen wilayah Jerman, ia lah yang menjadi pemandu kami layaknya seorang pelatih pecinta alam. Ia jelaskan bagaimana berjalan di salju, bagaimana cara jatuh yang baik ketika tergelincir, dan mengatasi berbagai medan pendakian.
Andreas adalah orang yang pertama kali saya temui pada hari pertama kuliah di Energielabor. Ia tidak ikut masa perkenalan yang juga diisi kelas bahasa karena ia berasal dari Jerman. Sebelumnya ia bekerja di Berlin. Menurut teman-teman saya ia adalah yang paling tua di antara kami, dan itu terlihat sekilas dari wajahnya, mungkin sudah kepala empat. Tetapi di kelas dia lah yang paling aktif bertanya, ia begitu berminat dengan bidang kuliah ini. Dan kata Anwar, “Kalau mau tahu pertanyaan yang bermutu, dengarlah pertanyaan Andreas.”
Giorgos adalah seorang pemuda Yunani, sepertinya dia lah pemuda paling tampan di antara peserta program ini. Kadang ia suka bergurau. Ia tinggal satu lantai dengan Anwar di asrama. Jadi kalau saya sedang main ke tempat Anwar biasanya kami bertemu pula. Orangnya pendiam tetapi cerdas.
Unchalee adalah seorang gadis Thailand. Saya punya kisah yang agak unik dengannya. Ketika pertama kali saya sampai di Jerman, untuk mencapai Oldenburg, maka dari Frankfurt saya harus ke Bremen, waktu itu dengan menggunakan pesawat. Nah di bandara Bremen saya melihat ada seorang gadis Asia membawa kopor besar bolak balik mencari informasi yang saya sendiri tidak dapat menangkap apa maksudnya. Kemudian ia pergi ke telepon umum di dalam bandara. Di sebelah telepon umum tersebut ada mesin internet.
Saya mencoba menggunakan mesin internet itu untuk mengirim sms ke Indonesia, karena pada saat itu saya belum tahu bagaimana menelepon ke Indonesia, dan pulsa telepon genggam saya dari Indonesia yang bisa roaming internasional juga habis. Dalam hati saya menduga bahwa jangan-jangan dia juga punya tujuan yang sama dengan saya, ke Oldenburg. Saya pun kemudian naik kereta ke Oldenburg dari Bremen. Perjalanan sekitar 35 menit. Ketiba tiba di stasiun kereta Oldenburg, dan bertemu dengan Isam yang menjemput saya, Isam meminta saya untuk menunggu dahulu, karena ia mencari mahasiswa PPRE[2] lainnya.
Hati saya langsung menduga bahwa yang dimaksud Isam mungkin adalah gadis Asia yang saya lihat di Bremen tadi. Dan ternyata memang demikian adanya. Gadis Asia itu ada dalam rombongan tur keliling kota program kami. Saya pun kemudian berbicara dengannya dan menanyakan apakah dia tahu bahwa dulu kami pernah bertemu di Bremen. Ia tidak ingat. Saya pun kemudian menceritakan kembali tingkahnya di Bremen, dan ia menjawab, “Really?” sambil tersenyum seakan kaget juga ternyata ada peserta PPRE dengan tujuan sama ke Oldenburg pada waktu itu.
Ia rupanya mengambil kereta berikutnya sesudah saya. Ketika dalam tur keliling kota itu peserta rombongan singgah di kafe, ia duduk di sebelah saya. Ketika saya melewatkan menu-menu beralkohol, ia bertanya pada saya, “Kenapa kamu tidak meminum alkohol?”. Sayapun menjawab bahwa saya seorang muslim dan tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk meminum minuman beralkohol. Ia lantas menceritakan bahwa ia juga punya teman muslim di Thailand tetapi temannya itu tetap minum minuman beralkohol.
Maka saya hanya jelaskan secara singkat padanya bahwa seorang muslim itu sudah tahu mana yang boleh dan mana yang tidak. Tidak ada paksaan dalam agama kami, tetapi tiap orang akan mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukannya di hadapan Tuhan nanti. Ia hanya terdiam mengangguk-ngangguk mendengar jawaban saya.
Saya sendiri tidak tahu apa agama Unchalee. Agak susah membedakan seseorang itu beragama Budha atau Kristen untuk orang seperti Unchalee, karena kadang ia terlihat layaknya penganut Budha, tetapi kadang adab Kristen juga dilakukannya. Hal sedemikian juga saya dapati pada teman saya dari Nepal, Chandra. Ia bilang dirinya Hindu, tetapi ia tidak ada pantangan dalam hal makanan dan minuman yang penganut Hindu selayaknya menghindari. Ia katakan bahwa ia memang begitu tetapi istrinya tidak, istrinya penganut Hindu yang taat. Unchalee kemudian menanyakan makanan-makanan apa saja yang tidak boleh dimakan oleh seorang muslim, maka sayapun menjelaskan seadanya.(bersambung)
Catatan :
[1] Darmawisata
[2] Postgraduate Programme Renewable Energy