Herr Scholl ini sudah tua. Kalau saya taksir mungkin sudah mendekati enam puluh tahun. Jambang yang dicukur dan kumisnya sudah memutih, bukan karena warna pirang rambut orang Jerman. Tetapi amat sering saya jumpai Herr Scholl ini bangun pagi-pagi dan kemudian bekerja di kebunnya. Kesan yang saya tangkap darinya adalah dia orang yang sangat aktif. Rasanya ada saja yang dikerjakannya, dan pekerjaan yang dilakukannya adalah pekerjaan yang membutuhkan banyak gerakan fisik.
Hobinya adalah berlibur bersama Hauswagen[1]-nya. Hampir setiap pekan ia jalan-jalan bersama mobilnya itu. Suatu saat ketika lama saya tidak berjumpa dengannya, ia katakan bahwa ia ke Finlandia bersama mobilnya. Saya tentu sulit percaya. Ia menyebut 3000 km.
Ketika saya sudah mendekati masa tesis dan harus pindah ke Juelich, maka Herr Scholl ini mengadakan acara makan malam di halaman belakang rumahnya. Ini acara rutin setiap tahun bagi seluruh penghuni WG yang tinggal di tempat yang dikelolanya, baik yang di rumahnya sendiri maupun di rumah yang satu laginya. Ia bahkan meminta Yu Chun, tetangga kamar saya untuk menyiapkan masakannya. Waktu itu saya katakan padanya bahwa saya tidak bisa hadir karena saya sendiri sudah punya janji lain sebelumnya.
Ketika kemudian saya menemui Yu Chun dan bertanya bagaimana acaranya, maka Yu Chun mengatakan bahwa Herr Scholl ini mengatakan pada seluruh penghuni WG bahwa ia merasa sedih bila saya harus pergi dari tempatnya. Waktu itu saya hanya tersenyum pada Yu Chun, walau di dalam hati sebenarnya hati saya basah.
Ya, Herr Scholl ini amat baik orangnya. Ketika hari di mana saya berangkat ke Juelich, saya sendiri sudah menyiapkan dua kopor saya, dan sudah berencana untuk berangkat dengan bis ke stasiun kereta. Waktu itu Herr Scholl baru bangun dan masih terlihat memakai pakaian tidur, karena memang saya hendak mengambil kereta pagi. Maka melihat saya yang sudah rapi dan siap, ia kemudian berkata pada saya apakah masih ada waktu menunggu dia untuk mandi dan bersiap sehingga diantar olehnya. Maka saya pun menjawab bahwa ada cukup waktu. Saya pun diantar dengan mobilnya hingga ke stasiun.
Di dalam mobil sempat ia bercerita bahwa ia tahu Juelich, dan kemudian meminta saya agar kalau-kalau suatu saat saya kembali ke Oldenburg dan butuh kamar, dia langsung bilang bahwa pasti dia bisa menyediakan kamar bagi saya. Ah…Herr Scholl. Dia sempat memberikan skype[2] ID-nya dan meminta saya kalau saya ada internet di tempat baru agar menghubungi dia. Sampai saat ini keinginannya yang sederhana ini belum bisa saya penuhi. Sedih juga mengingatnya.
Ketika saya tinggal di WG di rumah yang juga ditempati Herr Scholl, selepas Kwini pergi, maka saya lah satu-satunya pria di WG ini. Hanya ada dua penghuni lain yang tetap, yaitu Yu Chun dari Taiwan dan Wen dari Cina. Sedangkan dua penghuni lainnya sering berubah. Yu Chun ini sedang mengambil kuliah bahasa di VHS[3] . Ia sebenarnya hanya menyiapkan persyaratan bahasa Jermannya untuk kuliah sebenarnya di universitas. Ia tertarik kuliah di Berlin dan Koeln.
Ketika saya tanyakan hendak mengambil kuliah apa, maka ia menjawab hendak mengambil kuliah musik etnis. Maka saya katakan padanya bahwa Indonesia adalah tempat yang kaya dengan apa yang ia maksud, jadi saya tawarkan kalau suatu saat mau mengadakan penelitian musik etnis, coba saja Indonesia sebagai pilihan. Yu Chun ini lucu. Dia terbiasa memasak, sehingga ketika melihat saya hanya memanggang tiga potong Fischstaebchen[4] untuk lauk makan saya, dia selalu menyindir saya bahwa mana cukup itu bagi saya. Dia sempat bertanya daging apa saja yang bisa saya makan.
Suatu saat ketika saya keluar dari kamar dan hendak keluar rumah, saya bertemu dengannya, maka ia bertanya pada saya hendak kemana. Saya katakan hendak ke masjid. Ya, ada masjid yang dikelola saudara dari Turki di dekat WG saya ini. Hanya saja biasanya sehabis maghrib dikunci dan pada sabtu malam dan ahad penuh juga dikunci. Sempat sesekali saya mendapati beberapa pemuda dan pemudi Turki sedang rapat seperti hendak menyiapkan suatu acara di ruangan lain dari masjid ini.
Terakhir saya bertemu dengan sang imam, ia mengatakan bahwa bangunan ini sudah hendak disewakan dan sudah ada masjid baru yang dipersiapkan sebagai penggantinya, dekat dari pusat kota. Biasanya hanya pas maghrib saya shalat di sini. Yu Chun yang kemudian mengetahui bahwa saya hendak ke masjid kemudian mengomentari bahwa ia sering mendengar saya membaca Al Quran, reciting. Saya sendiri tidak menduga bahwa Yu Chun akan mendengar suara bacaan saya dari kamar.
Pada shalat yang dijaharkan, saya memang lebih mengeraskan bacaan saya dan begitu pula bila sedang membaca Al Quran, saya agak sedikit mengeraskannya. Alasan saya hanya satu. Telinga saya ini amat jarang mendengar kalimat-kalimat ALLAH ini dilantunkan dan rasanya hanya inilah kesempatan saya untuk memenuhi kebutuhan telinga saya ini. Waktu itu saya hanya kaget saja ternyata ia memperhatikan kebiasaan saya. Semenjak itu biasanya Yu Chun sudah paham bila ketika waktu beranjak malam saya terdengar keluar dari kamar dan mengunci pintu untuk keluar.(Bersambung)
Catatan :
[1] Mobil yang juga berfungsi layaknya ‘rumah’ kecil dalam perjalanan
[2] Salah satu layanan VoIP (Voice over Internet Protocol)
[3] Volkshochschule, sampai saat ini yang saya tahu adalah lebih sering dipakai sebagai tempat belajar bahasa Jerman
[4] Potongan daging ikan tanpa tulang yang tinggal masuk oven untuk cara penyajiannya