Hidup Frau Weiergraeber adalah rutinitas. Bangun pagi biasanya jam delapan pagi, kemudian membawa Semy, anjing kecilnya keluar untuk membuang kotoran. Setelah itu sarapan sederhana dengan roti dan secangkir teh. Bila tidak ada keperluan keluar rumah, maka agenda dominan Frau Weiergraeber adalah menonton TV.
Ia sudah menandai acara-acara yang hendak ditontonnya. Program televisi favoritnya adalah cerita detektif atau kriminal, kuis, dan petualangan mancanegara. Untuk mengisi waktu di antara acara-acara yang hendak ditontonnya, maka yang ia lakukan adalah mengisi Raetsel[1] . Ya, di luar acara-acara yang telah ditandainya, Frau Weiergraeber tidak mau menghidupkan TV-nya, kecuali bila ia harus keluar bersamaan dengan acara yang ingin ditontonnya, maka yang dilakukannya adalah menyetel stasiun TV dan jadwal kerja mesin perekam video, baru kemudian mematikannya.
Bila keluar, biasanya itu dilakukan Frau Weiergraeber hanya untuk berbelanja, bermain kartu dengan teman-temannya di desa kami, atau mengunjungi temannya di Baal, desa lain di dekat Linnich, yang juga tempat masa kecil Frau Weiergraeber. Ada yang menarik ketika suatu saat Frau Weiergraeber bertanya pada saya kenapa saya selalu menggunakan kata "Freund“ ketika menyatakan tujuan saya bila bepergian. Saya pun balik bertanya padanya mengenai maksud pertanyaannya. Frau Weiergraeber mengatakan bahwa penggunaan "Freund“ hanya untuk teman yang betul-betul teman dekat, dan jarang orang di Jerman ini punya teman jenis ini yang banyak.
Ia sendiri mengatakan bahwa ia hanya punya satu "Freundin[2]“dan yang lainnya adalah Bekannte. Rupanya memang begitulah perbedaan penggunaan kedua kata ini dalam bahasa Jerman. Saya sendiri baru menyadarinya ketika Frau Weiergraeber menjelaskan hal ini. Sebelumnya saya hanya tahu bahwa Bekannte itu berarti kenalan, tetapi karena di Indonesia kita lebih banyak memakai kata "teman“ ketimbang "kenalan“, maka saya pun di sini menggunakan "Freund“. Tetapi setelah dipikir, saya merasa penggunaan "Freund“ oleh saya ketika berkunjung ke rumah saudara-saudara saya memenuhi definisi bahasa Jerman ini, karena bagi saya mereka semua adalah teman dekat saya. Hanya saja fenomena ini mungkin masih asing bagi bangsa Jerman.
Suatu saat ketika kami dalam mobil menuju supermarket di kota Linnich, Frau Weiergraeber menunjukkan beberapa bangunan di pinggir jalan yang dulu merupakan miliknya. Cukup banyak juga bangunan-bangunan tersebut. Rumah yang ditempati Brigit bersama keluarganya di Linnch pun dulu juga adalah milik Frau Weiergraeber. Ketika saya tanyakan kenapa dijual dan bukan disewakan atau dikontrakkan saja, maka perilaku penyewa yang kurang pandai merawat rumah menjadi alasannya. Beberapa rumah di Flossdorf pun dahulu juga adalah milik Frau Weiergraeber, bahkan di antara rumah-rumah tersebut adalah rumah-rumah yang besar.
Rumah yang ditempati Margit dan Beatrix di samping kanan dan kiri kami juga adalah miliknya dahulu. Rumah yang saya tempati bersama Frau Weiergraeber rasanya adalah rumah yang paling kecil di antara deretan rumah-rumah yang pernah dimiliki oleh Frau Weiergraeber di Flossdorf. Tetapi rasanya memang demikianlah yang cocok, karena Frau Weiergraeber pun sehari-hari tinggal sendiri. Dahulu ketika masih bersama suaminya, setiap tahun selama beberapa bulan ia rutin ke Florida, Amerika Serikat. Hanya satu maksud, liburan.
Bahkan ia pernah menunjukkan salah satu rumahnya yang kemudian saya katakan padanya bahwa rumahnya itu layaknya rumah artis negeri tersebut. Betapa tidak, pekarangan dan bangunannya sendiri luas. Florida adalah wilayah yang dekat pantai, dan rumah Frau Weiergraeber pun terletak dengan maksud untuk menikmati keindahan pantai ini. Saya tanyakan padanya apakah dia punya rumah lain di Florida, maka ia menjawab ada beberapa lagi. Saya tanyakan bukankah enak tinggal di Amerika, lalu kenapa tinggal di desa ini. Ia hanya menjawab, "Saya berasal dari sini.“
Dahulu Frau Weiergraeber ini punya usaha Metzgerei[3] di Flossdorf, dikelola bersama suaminya. Ia juga menyalurkan daging-daging segar ini ke toko-toko dan supermarket-supermarket. Rumah pemotongan hewan pun sempat dimilikinya. Di Jerman, orang yang memiliki usaha sendiri dianggap sebagai orang yang secara keuangan sangat tercukupi dan amat dihargai, terlepas apapun usahanya.
Dan yang terjadi pada Frau Weiergraeber dan suaminya adalah keadaan keuangan yang lebih dari cukup. Suaminya telah lama meninggal. Pernah suatu saat ia menunjukkan foto suaminya ketika muda, maka saya hanya berkomentar suaminya bertubuh atletis dan tampan. Frau Weiergraber ketika muda pun juga cantik. Ketika saya tanyakan padanya, apa yang membuat dia jatuh cinta pada suaminya, maka ia hanya menjawab tidak tahu, perasaan itu datang begitu saja ketika pertama kali berkenalan.
Ketika kami mengobrol mengenai rumah pemotongan hewan yang pernah dimilikinya dahulu, saya menanyakan apakah hewannya disembelih atau dilakukan dengan cara lain. Frau Weiergraber menjawab bahwa hewan-hewan tersebut ditembak pada kepalanya untuk membuatnya mati. Tidak jelas bagi saya tembakan itu dilakukan dengan cara apa. Saudara saya Asep yang juga sedang mengambil master di Bonn, pernah menjelaskan metoda umum di rumah pemotongan hewan di Jerman, dan cara penyembelihan adalah cara yang sudah ditinggalkan.
Frau Weiergraber kemudian bertanya pada saya mengenai cara dalam Islam mengenai hal ini, dan saya pun menjawab bahwa kami melakukannya dengan penyembelihan. Ketika ia mengatakan bahwa dengan penyembelihan bukankah masih membuat hewan itu merasa sakit dibandingkan dengan langsung ditembak pada kepalanya, maka saya hanya mengatakan bahwa itu adalah cara yang ditunjukkan ALLAH dan sebagai muslim kami hanya mematuhinya. ALLAH Yang Maha Tahu atas setiap alasan-Nya.
Bagi Frau Weiergraeber, mengetahui alasan dari segala sesuatu sangat penting, hanya saja saya melihatnya bahwa segala sesuatunya harus bisa dijelaskan dengan akal manusia. Ia ingin segala sesuatunya bisa ia ketahui alasannya. Suatu saat ia bertanya pada saya kenapa seorang muslim harus shalat lima waktu. Saya hanya menjawab bahwa shalat adalah perintah Tuhan dan saya hanya seorang hamba yang menjalankan perintah-Nya. Kemudian saya katakan bahwa ALLAH telah memberikan segalanya pada saya, lalu kenapa saya harus berat menyediakan waktu sekitar satu jam dalam sehari untuk shalat lima waktu.
Lagipula saya merasakan kedekatan dengan ALLAH ketika shalat dan saya lihat inilah salah satu manfaat seorang muslim melakukan shalat. Saya pun melanjutkan bahwa tidak setiap sesuatu itu harus bisa dijelaskan dengan akal manusia. Akal manusia tidak bisa menjawab segala sesuatu karena memang tidak bisa dibandingkan pengetahuan manusia dengan pengetahuan Dia Yang Maha Tahu. Saya pun bertanya pada Frau Weiergraeber, kenapa dia lahir dari seorang wanita yang ia kenal sebagai ibunya, dan kenapa ia lahir sebagai orang Jerman, dan apa dia tahu alasannya kenapa saya lahir dari seorang wanita yang saya kenal sebagai ibu saya dan lahir sebagai orang Indonesia.
Lalu apakah mengetahui alasan di balik ini penting baginya. Ia hanya terdiam. Saya katakan bahwa tidak mungkin semuanya bisa diketahui oleh manusia, dan memang bukan itu tugas manusia. Justru ketika manusia itu tidak tahu, ia semakin sadar betapa Yang Maha Tahu itu hanya Dia Yang Satu. Saya menekankan pada Frau Weiergraeber bahwa Islam adalah jalan hidup yang amat bisa diterima akal manusia. Dan dalam Islam, lebih banyak hal-hal yang bisa dijelaskan, ketimbang yang memang tidak mampu digapai oleh akal manusia.
Suatu saat saya pernah bertanya pada Frau Weiergraber, apakah dia percaya hidup sesudah mati. Ia pun menjawab tidak. Lalu saya tanyakan alasannya, maka jawaban Frau Weiergraber agak lucu, yaitu ia bilang bahwa tidak pernah ada bukti bahwa ada kehidupan sesudah mati. Ia mengatakan bahwa bagaimana kita bisa tahu ada hidup sesudah mati jika orang yang telah mati saja tidak pernah hidup lagi memberitahu mereka yang masih hidup mengenai keadaan sesudah kematiannya.
Tentu saja mendengar jawaban Frau Weiergraber ini saya sedikit tertawa. Saya pun melanjutkan dengan bertanya kira-kira apa yang terjadi dengan suaminya saat ini. Frau Weiergraeber pun menjawab tidak tahu. Lalu saya tanyakan juga kira-kira apa alasan orang datang ke makam orang-orang yang dikenalnya bila mereka tidak yakin bahwa kedatangan mereka bisa dirasakan oleh mereka yang sudah mati. Saya lalu bertanya apakah Frau Weiergraeber tahu apa yang terjadi dengan dirinya sebelum ia lahir ke dunia. Saya pun meneruskan bahwa bila ia tidak tahu lalu bagaimana ia bisa tahu bahwa setelah mati pun tidak akan ada sesuatu yang akan terjadi pada dirinya. Mendengar penuturan saya Frau Weiergraeber lebih banyak terdiam.
Bersama di dapur untuk menyiapkan makanan, sering saya manfaatkan untuk menanyakan apa yang ia ketahui tentang Islam. Yang ia utarakan pertama kali atas pertanyaan saya ini adalah, dalam Islam, pemeluknya harus melakukan suatu ritual khusus, wanitanya harus memakai tutup kepala, pakaian wanitanya juga amat tertutup, ia mencontohkan pakaian yang hitam-hitam yang banyak dipakai di timur tengah, sering terjadi kekerasan terhadap wanita dari keluarganya sendiri, terutama bila seorang anak menolak untuk dinikahkan dengan pilihan orang tuanya, dan tentu saja tindakan kekerasan yang saat ini diistilahkan dengan terorisme.
Awalnya agak lama juga saya menyusun kalimat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Frau Weiergraeber mengenai hal-hal di atas. Tetapi rasanya pertanyaan Frau Weiergraeber ini juga mewakili kebanyakan orang barat yang memang baru mengetahui Islam kebanyakan sebatas apa yang dilihatnya dari media mereka. (Bersambung)
Catatan :
[1] Tidak persis sama, tetapi mirip teka teki silang
[2] Bila teman itu soerang perempuan
[3] Toko khusus menjual daging segar