Segala puji hanya milik Allah Ta’ala. Kita bersyukur kepada-Nya dan memohon ampunan dari-Nya. Dengan takdir dan iradah-Nya, siang hari ini kita bisa berkumpul di masjid yang mulia ini.
Untuk melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang muslim, yaitu melaksanakan ibadah shalat jum’at dan mendengarkan khutbah Jum’at, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan shalat Jum’at. Mudah-mudahan pertemuan kita di Jum’at kali ini, dapat menghapus dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan dalam satu pekan yang lalu. Sebagaimana sabda Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُإِلَى الْجُمْعَةِكَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنّ
Dari Abu Hurayrah radhiyaLlahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallaLlahu alayhi wa sallambersabda, “Shalat-shalat lima waktu dan juga shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya dapat menghapuskan dosa di antaranya (di antara waktu shalat tersebut).” (HR. Imam Muslim dalam shahihnya, No. 343)
Semoga shalawat dan salam tercurah pula kepada Qudwah hasanah kita, RasuluLlah Muhammad shallaLlahu alayhi wa sallam, juga kepada keluarganya, shahabat-shahabatnya, serta orang-orang yang istiqamah meniti sunnah dan meneruskan risalahnya. Semoga kita termasuk dalam golongan yang istiqamah tersebut, sehingga mendapatkan keutamaan bertemu dengan beliau di telaga al-haudh kelak. Amin ya Rabbal ‘alamiin.
Ikhwatal Iman rahimakumuLlah .. jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia ..
Di antara sunnah Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam yang sering dilupakan dalam khutbah-khutbah Jum’at adalah melalaikan pembahasan surat Qaf. Padahal, surat Qaf yang merupakan surat ke-50 dalam al-Qur’an ini merupakan surat yang sangat sering dibahas oleh RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam dalam khutbah-khutbah jum’at beliau. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya,
عَنْ أُمِّ هِشَامٍ بِنْتِ حَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ وَمَا أَخَذْتُ ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ إِلَّا عَنْ لِسَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَؤُهَا كُلَّ يَوْمِ جُمُعَةٍ عَلَى الْمِنْبَرِ إِذَا خَطَبَ النَّاسَ
Dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu’man, ia berkata, “Tidaklah aku mengambil (mennghafal dan mempelajari) surat Qaf wal qur’anil majid kecuali dari lisan Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam. Beliau shallaLlahu alayhi wa sallam membacanya (surat Qaf itu) setiap hari Jum’at di atas mimbar saat beliau berkhutbah di hadapan manusia.” (HR. Imam Muslim, No. 366)
Imam as-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam (3/170) saat mengomentari hadits ini, beliau rahimahuLlah berkata,
فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ قِرَاءَةِ سُورَةِ ( قِ ) فِي الْخُطْبَةِ كُلَّ جُمُعَةٍ قَالَ الْعُلَمَاءُ : وَسَبَبُ اخْتِيَارِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ السُّورَةَ لِمَااشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ مِنْ ذِكْرِالْبَعْثِ، وَالْمَوْتِ، وَالْمَوَاعِظِ الشَّدِيدَةِ وَالزَّوَاجِرِ الْأَكِيدَةِ
“Hadits ini merupakan dalil ditetapkannya Surat Qaf sebagai bacaan surah dalam setiap khutbah Jum’at. Para ulama dalam hal ini mengemukakan alasan pemilihan surat ini oleh Nabi shallaLlahu alayhi wa sallamadalah karena muatannya menyinggung tentang kebangkitan manusia, kematian, nasihat, larangan yang keras. Alasan beliau selalu menjaga surat ini sebagai pilihan adalah karena surat ini sangat efektif dalam memberikan nasihat dan wejangan.”
Untuk itu ikhwatal Iman rahimakumullah, pada siang ini, khatib ingin mengingatkan kita semua akan beberapa ayat dari surat Qaf ini, insya Allah ..
Maasyiral muslimin rahimakumullah .. jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia ..
Dalam salah satu ayat di surat Qaf ini Allah Azza wa Jalla, Pencipta kita, telah berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf [50] : 16-18)
Ayat-ayat yang mulia ini mengingatkan kita akan lekatnya pengawasan Allah subhanahu wa ta’ala. Bahwa tidak ada satupun yang dilakukan oleh manusia kecuali Allah melihatnya. Bahkan, Allah Ta’ala mengetahui apa yang dibisikkan dalam hati kita. Semua ucapan dan tindakan kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Ta’ala.
وَإِن تُبْدُوا مَا فِي أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ ۗ
Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (QS. al-Baqarah [2] : 284)
Allah subhanahu wa ta’ala selalu mengawasi apa yang kita lakukan, baik saat kita sendiri, maupun bersama orang lain.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَىٰ ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Mujadilah [58] : 7)
Sungguh Allah Azza wa Jalla Maha Mengetahui. Bahkan jika ada sehelai daun yang jatuh ke tanah, ataupun sebulir biji yang jatuh dalam kegelapan malam, Allah Ta’ala mengetahui letak bergulirnya biji tersebut.
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). (QS. al-An’aam [6] : 59)
Maasyiral muslimin rahimakumullah .. jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia ..
Keyakinan kita bahwa Allah Ta’ala selalu mengawasi apa yang kita lakukan, akan melahirkan setidak-tidaknya dua sikap. Sikap pertama adalah, sikap ihsan dalam beribadah kepada Allah.
Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam bersabda, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Umar Ibn Khatttab radhiyaLlahu ‘anhu. Saat beliau shallaLlahu ‘alayhi wa sallam ditanya tentang makna ihsan oleh malaikat Jibril alayhis salam, beliau shallaLlahu ‘alayhi wa sallam menjawab,
مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك
Apa itu ihsan ? Beliau shallaLlahu ‘alayhi wa sallam menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Allah, kalau engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (shahih Bukhari No 48, shahih Muslim hadits No. 9)
Dalam aspek yang luas, seluruh kehidupan kita adalah ibadah. Hayatuna kulluhal ibadah. Karena itu saat menjalani seluruh kehidupan kita bersikaplah seolah-olah kita melihat Allah, atau Allah melihat kita.
Allah Ta’ala melihat kita saat shalat dan bekerja. Sehingga kita khusyu’ dalam shalat kita dan jujur saat bekerja. Allah Ta’ala juga melihat kita saat sibuk dan bersantai. Sehingga saat sibuk kita mengharapkan kemudahan dari Allah dan saat bersantai kita tetap mengingat Allah. Tidak bersantai dengan cara-cara yang menjerumuskan kita kepada kema’shiyatan. Seperti, menghabiskan waktu luang dengan menonton tayangan-tayangan tak bermoral di televisi.
Sungguh, Allah Ta’ala melihat mata khianat kita ..
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. (QS. al-Mu’min [40] : 19)
Apakah yang dimaksud dengan mata khianat ? Itulah pandangan laki-laki kepada wanita bukan mahramnya dengan sembunyi-sembunyi. Pandangan mata yang berlumuran dosa.
Ikhwatal Iman rahimakumuLlah .. jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia ..
Selanjutnya sikap kedua yang muncul dari keyakinan kita akan pengawasan Allah Ta’ala adalah, sikap berani dalam menampilkan identitas keislaman kita. Berani memegang komitmen untuk senantiasa ta’at kepada Allah Ta’ala di mana saja kita berada.
Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Dari Abu Dzar radhiyaLlahu ‘anhu ia berkata, “Telah bersabda kepadaku Rasulullah shallaLlahu alayhi wa sallam, ‘Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada. Dan iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlaq yang baik’.” (HR. Imam Tirmidzi dalam kitab sunannya No. 1910, dan beliau berkata hadits ini hasan)
Keta’atan kita kepada perintah Allah Ta’ala tidaklah mengenal tempat dan waktu. Karena, pengawasan dan evaluasi Allah berlaku kepada kita kapan dan dimana saja. Sehingga, ikhwatal iman rahimakumullah, marilah kita bertaqwa kepada Allah baik di dalam masjid ini maupun di luar masjid. Marilah kita memegang ketentuan syariat Allah dimana saja kita berada. Tidak perlu basa-basi dan rasa sungkan untuk menunjukkan identitas keislaman kita.
Sungguh, di antara jenis manusia terburuk adalah mereka yang ‘bermuka dua’. Yaitu, mereka yang menampakkan satu identitas pada kelompok tertentu, dan menunjukkan identitas yang lain pada kelompok lainnya. Sebagaimana disebutkan oleh RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahuLlahu,
إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ
“Sesungguhnya, termasuk orang yang paling buruk adalah orang bermuka dua yang mendatangi mereka dengan satu muka dan mendatangi yang lain dengan muka lain.” (Shahih Muslim No. 4714)
Kaum opportunis, mereka yang menjilat-jilat di hadapan manusia. Mereka yang mengharapkan keridhaan manusia diatas keridhaan Allah Ta’ala Sang Penguasa Langit dan Bumi, adalah orang-orang yang bermuka dua. Untuk mengingatkan bahaya kaum bermuka dua ini lah Allah Ta’ala menurunkan surat al-Munafiqun. Dalam salah satu ayat di surat tersebut Allah Ta’ala berfirman,
إِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ ۖ وَإِن يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ ۖ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ ۖ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ ۚ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۖ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. al-Munafiqun [63] : 4)
Kaum munafiqin ini adalah orang-orang yang pandai bersilat lidah. Namun kata-kata mereka sesungguhnya hampa dan tidak bermanfaat. Seperti kayu bekas yang tidak bermanfaat, kayu yang tersandar. Karena kata-kata mereka bukan lahir dari keimanan yang kokoh kepada Allah, namun muncul dari syahwat kepada dunia ini.
Mereka yang bermuka dua dan mudah berdusta ini, tidak layak dijadikan teman setia apalagi sebagai pemimpin. Jika mereka telah terlanjur menjadi pemimpin, tidaklah patut bagi kita mendukung perbuatan dan kedustaan mereka.
Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ فَقَالَ إِنَّهُ سَتَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ مَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ
Dari Ka’ab ibn Ujrah, “Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallaLlahu ‘alayhi wa sallam, dan saat itu kami sembilan orang. Maka RasuluLlah shallaLlahu alayhi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya akan muncul sesudahku para pemimpin (pendusta). Barangsiapa menganggap benar kedustaan mereka dan membantu kezhaliman mereka, maka ia tidak termasuk dari golonganku dan aku tidak termasuk golongannya. Dan ia tidak akan bertemu denganku di telaga al-haudh (di surga). Dan barangsiapa yang tidak menganggap benar kedustaan mereka dan tidak membantu kezhaliman mereka, maka ia termasuk dari golonganku dan aku termasuk golongannya. Dan ia akan bertemu denganku di telaga al-haudh (di surga)’.” (HR. Imam An-Nasaai dalam kitab sunannya, No. 4136, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahih wa Dhaif Sunan an-Nasaai No. 4207)
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada kita sikap ihsan dan syaja’ah (berani) dan menjauhkan kita dari virus kemunafikan. WaLlahu a’lam bis showwab.
BarakaLlahu li wa lakum fil qur’anil karim wa nafaani wa iyyakum bimaa fihi minal aayati wa dzikril hakim.
Wa taqabalaLlahu minni wa minkum tilawatahu, innahu Huwas sami’ul aliim.