“Apabila seseorang mencintai saudaranya, maka hendaklah ia mengatakan rasa cintanya kepadanya.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Dalam sebuah pertemuan dalam kajian tentang interaksi suami-istri, ditemukan sejumlah fakta (kata pembicara) : tidak sedikit (atau masih banyak) suami istri yang kurang ekspresif dalam menyatakan perasaannya kepada pasangannya.
Walaupun, setiap mereka, kalau ditanya apakah mereka mencintai pasangannya, jawabannya is absolutly yes!
Penyebab ketidakekspresifan tersebut adalah “malu”. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan, “Kenapa saya harus bilang pada pasangan saya? Enggak usah bilang juga pasti dia tau kok kalo saya mencintainya.”
Dari banyak bacaan tentang komunikasi efektif, memahami perasaan pasangan, tentang bagaimana si Mars dan si Venus yang masing-masing berbeda dan bagaimana menyelaminya… ternyata jelas… istri itu ingin didengarkan isi hatinya, dan ingin mendengarkan isi hati pasangannya… dan katanya suami itu ingin dihargai, dan melindungi pasangannya…
Kebanyakan buku-buku yang menjadi referensi untuk masalah cinta dan permasalahannya (bagi suami-istri) penulisnya adalah orang barat yang nota bene (kebanyakan lho.. berarti tidak semua) non-muslim bahkan mungkin atheis.
Ilmu tersebut bisa jadi didapat dari pengalaman pribadi dia atau klien yang dia hadapi, juga berdasarkan penelitian yang dia lakukan bertahun-tahun… kemudian terbukti lalu mereka amalkan. Maka begitulah kita lihat bagaimana mereka begitu ekspresif dalam mengungkapkan rasa cinta mereka pada pasangannya, pada anak-anaknya…
Mereka bilang “i love you, darling, honey…”dalam percakapan harian mereka ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang yang mereka cintai. Di manapun mereka berada.
Ya budaya, akhirnya kita mengenal hal tersebut adalah budaya mereka, budaya orang-orang barat…
Maka karena kita indonesianische yang berbudaya timur yang “kemalu-maluan” kita anggap hal tersebut tidak etis, tidak sopan.
Karena kita sudah menjadi “istri”, “suami”, “ayah”, “ibu”… maka kita udah enggak pantes ngomong begitu… “kayak anak remaja saja”
Ya, coba aja kita liat para remaja yang berpacaran, mereka akan mengekspresikan cintanya pada pacarnya dengan “berhoney-honey” kalo menyapa pacarnya. Karena mereka pikir… itu kata ajaib yang bisa mengikat cinta mereka. Dan… gaya! Modern dong… jangan malu-malu… kuno!
Padahal, beribu-ribu tahun yang lalu Rasulullah saw telah mengatakan, kepada kita untuk ekspresif dalam mengungkapkan perasaan kita. Jika kita mencintai, menyayangi saudara kita, “…hendaklah ia mengatakan rasa cintanya kepadanya”
Dalam hadits lain:
“Dari Anas, seseorang berada di sisi Rasulullah SAW, lalu salah seorang sahabat melewatinya. Orang yang berada di sisi Rasulullah SAW tersebut mengatakan, “Aku mencintai dia ya RAsulullah”, lalu NAbi bersabda, “Apakah kamu sudah memberitahukan dia? Orang itu menjawab: “Belum”. Kemudian Rasulullah SAW menjawab, “Beritahukan kepadanya”. Lalu orang tersebut memberitahukannya dan berkata: “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah Kemudianorang yang dicintai itu menjawab: “Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya”. (HR Abu Dawud)
Kepada saudara saja kita disunnahkan untuk mengatakannya (sebagai salah satu cara untuk mempererat ruh dalam berukhuwwah), apalagi seorang suami/istri kepada pasangannya yang lebih dari “sekadar” saudara seiman.
Mengapa kita harus malu mengatakannya, sementara Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengatakannya. Katakanlah hal tersebut sebagai hak pasangan kita. Tentu suami/istri akan merasa dirinya lebih bermakna jika kita memanggilnya dengan sayang… di manapun kita berada. Tidak ada larangan suami/istri menyapa dengan sebutan yang mesra di hadapan orang lain.
Orang yang hubungannya belum halal saja (berpacaran) berani… mengapa kita malu, padahal kita ungkapkan kepada suami/istri kita yang sudah halal. Jangankan bilang “sayang” lebih dari itupun malah jadi bernilai ibadah.
Kenapa harus malu menyapa sayang untuk suami/istri sendiri… Rasa malu itu harus muncul jika kita melakukan kemaksiyatan. Ungkapkanlah rasa sayang dan cinta dengan penuh rasa bangga… hal tersebut adalah salah satu ladang ibadah kita. Ladang ibadah suami kepada istrinya dan sebaliknya.
Ekspresi dalam mengungkapkan rasa cinta adalah budaya Islam. Perintah Allah dan RAsul-Nya.
Mencintai dan ingin dicintai adalah fitrah yang Allah berikan kepada hambaNya…
Jadi mengapa kita malu mengatakannya pada pasangan kita?
Wallahu a’lam bish shawwab
Penulis: Ike Trilitadewi