Assalamu’alaikum Bu Ustadzah … Perkenalkan saya seorang ibu dari tiga orang anak, 7 tahun, 2 tahun, dan yang masih 3 bulan dalam kandungan. Subhanallah, Allah memberikan saya anak-anak yang luar biasa, cerdas dan sangat membahagiakan memiliki mereka.
Hanya saja ganjalan dalam rumah tangga kami justru datang dari suami. Banyak hal yang sejak awal pernikahan saya nilai tidak Islami, meskipun saya menikahi beliau karena pengetahuan agamanya yang sangat baik dan diatas rata-rata. Dalam soal nafkah butuh waktu yang panjang untuk dapat berbagi beban yang adil antara saya dan suami, namun dengan kesabaran saat ini kontribusi suami terhadap rumah tangga sudah cukup baik dibandingkan awal-awal menikah dulu, meskipun segala sesuatunya harus saya minta terlebih dahulu (itu jika keuangan saya kurang) tidak ada yang otomatis diberikan setiap bulannya kepada saya. Mungkin tidak masalah karena kebetulan saya bekerja dengan penghasilan yang cukup untuk hidup sederhana, meskipun sampai saat ini saya tidak pernah tahu berapa penghasilan suami saya karena beliau memang tidak terbuka untuk hal ini.
Masalah lain yang cukup pelik adalah cara pergaulan suami dengan lawan jenis. Beliau orang yang mudah mengajak makan siang dengan wanita yang baru dikenal. Awal yang sederhana ini membawa dampak besar, karena akhirnya suami jadi benar-benar jatuh cinta kepada wanita yang secara iseng dia ajak kencan awalnya. Salah satunya bahkan sampai direkrut menjadi staf di tempat bekerja, sehingga setiap saat dapat pergi bersama sementara saya tinggal berlainan kota dengan suami (bertemu hanya weekend). Bahkan hubungan itu sampai suatu hari saya ketahui dan suami berterus terang ingin menikahi wanita tersebut. Namun pertentangan keluarga dan teman-teman dalam satu perusahaan menjadikan niat itu batal, dan atas desakan kolega wanita itu diberhentikan dari kantor suami saya.
Masalah tidak sampai di situ saja, setelah kejadian tersebut suami masih beberapa kali lagi-lagi masalahnya dengan wanita, namun saya tidak tahu sejauh apa karena penjelasannya untuk urusan bisnis.
Di samping itu sejak awal menikah ternyata suami adalah pengguna kartu kredit yang sangat boros, sehingga gajinya habis untuk mencicil kartu kredit tersebut yang dia gunakan semenjak belum beristri, apalgi saat ini hutang kartu kredit itu mungkin bertambah banyak, hampir setiap hari orang dirumah termasuk anak-anak terbiasa menerima orang yang menagih via telepon. Saya sudah coba menasehati dari yang halus sampai keras untuk menghentikan kencanduannya dengan kartu kredit ini, tapi tidak berhasil Bu … seperti orang yang menghadapi orang yang kecanduan narkoba.
Kasus yang terakhir yang membuat saya syok adalah ternyata suami adalah aktifis dalam suatu komunitas porno yang cukup besar, di mana terdapat posting cerita seru yang menceritakan pengalaman suami berhubungan dengan wanita tuna susila. Menurut suami itu hanya khayalan belaka meskpin beliau pernah mengunjungi tempat tersebut beberapa kali untuk mengantar kolega dan beliau hanya pijat oleh perempuan tidak sampai berbuat zina.
Jujur Bu, saya lelah dengan prinsip-prinsip hidup yang sangat bersebarangan, sementara saya hanya seorang ibu bekerja yang memikul sebagian nafkah keluarga dengan kehidupan yang biasa saja, yang menginginkan imam bagi keluarga yang baik yang dapat menafkahi keluarga dengan cara yang halal.
Mohon saran dari Ibu … jujur saya sudah tidak kuat lagi menanggung semua ini, apakah saya kurang bersabar dan tawakal. Kekuatan saya hanya memikirkan masa depan anak-anak.Terima kasih. Wassalam.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu
Ibu Sukma yang dimuliakan Allah
Saya memahami kalau Anda menjadi tidak nyaman secara psikologis karena masalah yang Anda hadapi terkait rumah tangga memang cukup kompleks. Dalam kondisi anak-anak yang masih kecil-kecil, selain bekerja yang tentunya menyita energi, Anda juga menghadapi masalah rumahtangga, mulai masalah kurangnya keterbukaan suami dalam masalah gaji, masalah penggunaan kartu kredit yang bermasalah, kebiasaan suami terjebak dalam jejaring situs porno, suka menjalin hubungan dengan wanita, sampai masalah fantasi seks dengan wanita tuna susila. Masya Allah, luar biasa yang Anda hadapi ini. Saya yakin bahwa Anda telah dipilih Allah swt menghadapi ujian ini, ya Bu. Semoga membawa hikmah dan insya Allah Anda sanggup memikul ini semua.
Ibu Sukma yang dimuliakan Allah.
Pada dasarnya perkawinan bukan sekedar kontrak duniawi, namun juga kontrak dunia-akherat. Perkawinan adalah ikatan suci dan perjanjian yang kuat yang akan dipertanggungjawabkan di yaumul hisab. Masing-masing pihak punya hak dan kewajiban secara seimbang. Itu sebabnya kesabaran untuk membaikkan hubungan dan mempertahankannya adalah juga kemuliaan yang tidak tergantikan.
Ibu sukma yang shalihat, saat ini Anda tengah mengandung, Anda juga mengakui bahwa dari suamilah Ibu mendapat anak-anak yang luar biasa, cerdas dan membahagiakan. Ini adalah barokah dan perlu kesyukuran dan harapannya dapat Anda jadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Ibu, nampaknya suami tengah khilaf, sehingga perlu ada pihak yang bisa mengingatkan kembali ke jalan yang benar. Setiap manusia, selain aqal, qalbu juga dikaruniai hawa nafsu. Dalam hal suami maka hawa nafsunya membujuk untuk hidup dalam fantasi seksual dan hubungan dengan wanita. Mungkin dipicu oleh lingkungan yang justru negatif. Rasulullah saw. mengingatkan kita tentang pentingnya memperhatikan dengan siapa kita berteman. Jika lingkungan suami terbiasa mengunjungi wanita tuna susila, maka hati-hatilah karena suami sudah mendekati lingkaran subhat yang dapat menggelincirkan sehingga terjatuh dalam yang haram. Masalahnya apakah suami paham dan menyadari ini semua menjurus pada keharaman?
Ibu shabirat, jika suami tidak tahu maka carilah cara agar pengetahuannya tentang halal-haram dapat menuntun perilakunya. Minimal dapat menjadi pengontrol dari keharaman. Sesuatu yang haram seringkali menimbulkan sensasi ni’mat dan nyaman secara afektif. Maka cenderung akan diulang. Oleh karenanya dorongan afektif harus dikendalikan oleh daya kognitif, yakni akal; bila akalnya dioptimalkan, mestinya ia akan berhati-hati. Akal akan memberi sinyal peringatan bahwa pria yang sudah beristri, maka dorongan nafsu seksual akan dilampiaskan pada istrinya, bukan pada sensasi di dunia maya dan mendatangi panti pijat. Moralitas akan bertempur dengan instink kehewanan dan akan menjaganya agar suami tetap berada dalam rambu-rambu syariat. Jangan sampai kebiasaannya menjerumuskannya untuk meninggalkan aturan Allah.
Demikian juga dalam masalah nafkah keluarga, perlu diingatkan bahwa kewajibannya adalah memberi nafkah keluarga, memang teknisnya bisa bulanan, mingguan, atau pada saat-saat dibutuhkan. Kartu kredit di satu sisi dapat memberi kemudahan namun di sisi lain dapat membuat boros. Nampaknya suami bukan orang yang matang kepribadiannya, bisa jadi karena pola asuh waktu kecil yang tidak adekuat dan lingkungan yang tidak kondusif. Lebih dari itu semua ada PR besar pada suami agar membenahi keimanannya tentang adanya pengawasan Illahi yang selalu melekat padanya. Mudah-mudahan setelah ini diikhtiarkan pada suami, aka ada perubahan pada suami. Ibu dapat membicarakan masalah ini pada orang yang tepat, mengajak suami ke psikolog untuk mengontrol fantasi seksualnya atau ke ustadz yang dapat membimbing ruhaninya.
Semoga Allah swt menambahkan kesabaran pada Ibu, karena setiap ujian akan menunmbuhkan kematangan bagi yang dapat mengambil pelajaran.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba