Assalamu’alaikum wr. wb,
Bu, saya adalah seorang isteri dan ibu dari bayi berusia 10 bulan. Saya dan suami adalah pegawai swasta. Dari awal menikah hingga sekarang saya, suami dan anak masih tinggal bersama orang tua saya. Sebenarnya saya tidak ingin merepotkan orang tua lagi karena orang tua saya yang mengasuh anak saya, tapi saya belum dapat mempercayai orang lain untuk mengasuh anak saya, mengingat ada kasus anak yang tewas karena dibunuh oleh pengasuhnya.
Namun saya juga memperkerjakan seorang pembantu tapi tugasnya lebih banyak untuk urusan rumah tangga. Kadangkala saya merasa kalau ibu saya sepertinya sudah lelah untuk mengasuh anak saya. Bukannya saya su’udzon ya bu, ibu saya kadang menyindir secara halus: tidak bisa ikutan mengaji lagi bersama teman-temannya, tidak bisa menginap di rumah kakak saya, dan masih banyak lagi sindiran-sindiran halus yang lainnya.
Untuk tinggal di rumah mertua tidak bisa karena rumahnya cukup jauh dari tempat saya dan suami saya bekerja dan untuk memperkerjakan seorang baby sitter saya tidak mampu membayarnya, karena gajinya lebih besar dari pembantu rumah tangga. Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus berhenti bekerja dan mulai mengontrak rumah sendiri supaya tidak merepotkan orang tua lagi? Kalau saya berhenti bekerja saya khawatir tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga karena gaji suami pas-pasan. Saya mohon nasehatnya, ya bu. Terima kasih sebelumnya.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Assalammu’alaikum wr. wb.
Ibu Ana yang baik,
Dilematis memang ya bu jika kita bekerja namun hati tidak tenang meninggalkan anak di rumah. Akhirnya nenek sang buah hati pun dilibatkan dalam pengasuhan, padahal mungkin saja di usia senjanya dia sudah ingin beristirahat dari segala kerepotan mengurus anak. Wajar memang jika kemudian si nenek melontarkan keberatan meski secara tidak langsung dan andapun merasa tidak enak atas hal tersebut.
Namun meninggalkan anak kepada orang asing memang beresiko dalam banyak hal dan berbagai contoh nyata di sekitar kita kadang menambah rasa kekhawatiran, akhirnya hati pun jadi mendua dan tidak maksimal dalam pekerjaan, ini memang dilema ibu bekerja. Dalam hal ini ibu memang harus bisa memilih dengan pertimbangan matang, karena setiap pilihan pasti mengandung resiko.
Yang terbaik memang sang buah hati langsung di bawah pengasuhan ibunya, sehingga setiap perkembangannya dalam pemantauan. Namun memilih untuk tidak bekerja pun harus dilakukan sepenuh hati, karena jika ibu tidak persiapkan mental dan setengah hati melakukannya, maka dapat menimbulkan perasaan stres. Dan ibu yang stres pun tidak akan dapat memberikan pengasuhan dan perhatian yang baik kepada anaknya.
Jika berhenti bekerja dirasakan berat karena berbagai pertimbangan, maka ambillah jalan tengahnya dengan berbicara dan mendiskusikan masalah ini kepada ibunya ibu. Berilah alternatif (tidak memaksa) misalnya dengan mempekerjakan lagi seorang pembantu namun neneknya tetap melakukan pengawasan, namun bebannya jadi terkurangi sehingga beliaupun bisa punya waktu untuk istirahat dan melakukan hal lain.
Dan akan lebih baik jika ibu mulai berpikir untuk memindahkan pekerjaan ke rumah, artinya jika ibu terbiasa aktif atau memang butuh pemasukan lain di luar penghasilan suami maka pikirkanlah pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah. Sehingga ibu tidak perlu pergi pagi pulang sore dan buah hati selalu dalam pengawasan karena tetap dekat dengan ibu tercinta. Pilihan ada pada ibu, pertimbangkanlah dengan matang.
Saran terakhir saya pertimbangkan dengan baik pilihan ibu dan janganlah mengambil resiko besar bagi perkembangan buah hati, apalagi jika nilai rupiah yang dihasilkan pun tak seberapa dibandingkan dengan kebahagiaan dan pertumbuhan sang buah hati dengan kedekatan dan kehadiran ibu di sisinya. Wallahu’alambishshwab.
Wassalammu’alaikum wr. wb.
Rr. Anita W.