Assalamu alaikum wr wb.
Saya ibu yang bekerja sbgai PNS (guru) dengan 3 orang anak laki-laki. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun ke 11. Pada 4 tahun awal pernikahan kami sayalah yang membiayai kebutuhan rumah tangga kami sampai anak ke 3 kami lahir, dan saya melakukan dengan ikhlas. Pada tahun ke 5 alhamdullillah suami saya telah bekerja, dan mulai saat itu sifat diapun mulai berubah terhadap saya dan keluarga saya terutama kepada ibu saya. Suami saya mulai suka marah dan mudah tersinggung, egonya semakin besar dan sulit untuk mau mengalah apalagi dengan ibu saya.
Sejak awal pernikahan kami hubungan suami saya dgn ibu saya memang sudah renggang, tetapi suami saya masih mau mengalah sekarang tidak lagi. Saat ini suami saya pergi dari rumah karena diusir oleh ibu saya karena sifat dan tingkah lakunya yang menyinggung dan menyakiti perasaan kami, saya dan terutama kedua orang tua saya.
Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan berkenaan dengan hal di atas.
- Bagaimanakah saya harus bersikap karena mau tidak mau saya menjadi orang di tengah dan kadang harus memilih antara mengikuti perintah suami atau perintah ibu. Selama ini saya condong memilih mengikuti perintah ibu karena saya takut berdosa kepada ibu saya, selama apa yang diperintahkan itu tidak bertentangan dengan syariat agama.
- Bila suami saya marah dia selalu meminta uangnya atau gajinya kepada saya, dan bila uang tersebut habis atau tinggal sedikit suami saya akan marah dan bertanya uang itu dipakai untuk apa. Saya berusaha untuk menjelaskan bahwa uang tersebut dipakai untuk kebutuhan RT, tapi dia gak percaya. Dia curiganya uang itu saya berikan sebagian untuk ibu saya, padahal ibu sayalah yang selalu memberikan uang atau barang kepada saya dan cucu-cucunya karena ayah saya masih memiliki uang pensiun. Bagaimanakan menurut pandangan agama terhadap perilaku suami saya itu ? dan apa yang harus saya lakukan menghadapi sikap suami saya tersebut ?
- Bila suatu hari nanti saya terpaksa harus memilih antara suami dengan ibu atau orang tua saya, siapakah yang harus saya pilih, bila sifat suami saya tidak bisa berubah, karena sayapun sudah mulai jengah dengan sikapnya yang semakin arogan itu.
Sebelumnya saya ucapkan terimakasih banyak semoga penjelasan dari ibu bisa membuka mata dan pikiran saya, yang sesuai dengan syariat Islam, amien.
Wassalamu’alaykum wr. wb.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Ibu Ukhti yang disayang Allah, tentu tidak nyaman berada di tengah dilema seperti apa yang anda alami ini. Di satu sisi ada ibu dan di sisi yang lain ada suami. Dan keduanya tidak ada kecocokan. padahal mentaati keduanya sesungguhnya adalah tuntunan syariat.
Anda merasa suami anda mulai berubah setelah dia bekerja dan mempunyai uang sendiri. Tampaknya, anda dan suami masih tinggal di rumah ibu ya, sehingga perbedaan kepentingan ini membuat anda terlibat konflik antara mereka. Apakah tidak pernah ada pembicaraan antara anda dan suami untuk tinggal terpisah dari orang tua sehingga anda bisa mandiri dan menentukan arah dari kapal anda tanpa anda harus dibingungkan oleh perbedaan kepentingan tersebut.
Ibu ukhti, anda tentu sudah tahu, bahwa, saat seorang wanita menikah, maka perwaliannya berpindah. Semula ke ayah lalu sekarang ke suami. Maka menaatinya (suami) adalah prioritas pertama sebelum anda mentaati orang tua, selama ketaatan itu bukan maksiat dan tidak mengandung unsur kesulitan yang tak mungkin diikuti istrinya sebagaimana firman Allah Quran Surat An-Nisa ayat ke 34.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”
Maka seorang suami dilarang menyulitkan istrinya dalam ketaatan kepadanya.
Bila kondisi suami ibu sedang membaik (tidak sedang jengkel, marah atau emosi lainnya) ajaklah ia dalam pembicaraan dari hati ke hati. Kalau perlu, bepergianlah ibu berdua dengannya dan carilah suasana yang menenteramkan, makan malam berdua saja atau rekreasi agar ibu tidak tegang dan akan cenderung tersulut emosi lalu mengikuti kemarahannya. Ajaklah ia bicara baik-baik, bila masih ada rasa cinta dan kelapangan hati untuk menerima kelebihan dan kekurangan pasangan, insya Allah problem ibu bisa terselesaikan. Begitu pun dalam masalah keuangan, bila anda khawatir suami tak percaya dengan pengeluaran anda, buat saja buku kas yang mencatat pengeluaran anda, semoga ia mau mengerti.
Jangan dulu berpikir cerai bu, cerai adalah perbuatan halal yang dibenci Allah. Tentu anda tidak mau terjatuh ke dalam perbuatan yang dibenci Allah tanpa anda berusaha maksimal untuk menyelamatkan biduk rumah tangga anda. Tetapkan agama dan kecintaan kepada Allah sebagai prioritas terpenting dalam hidup anda, insya Allah DIA akan memberi jalan keluar.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. At-Thalaq [65] : 2)
Wallahu a’alam bisshawab
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu,
Bu Urba