Assalaamu’alaikum wr, wb.
Saya sangat stres setahun belakangan ini, suami saya sering sakit-sakitan dan cenderung sangat memanjakan penyakitnya itu, dengan kondisi seperti itu dia pun sepertinya tidak khawatir seandainya dipecat dengan alasan "habis orang sakit mau diapain, saya sudah tidak kuat lagi "itu terus jawabannya.
Padahal jika melihat fisik dan usianya yang baru 46 tahun masih memungkinkan dia untuk bekerja tapi sepertinya dia sudah tidak ada keinginan kuat untuk bekerja dan cenderung malas, perlu diketahui saya juga bekerja.
Ibu apa yang harus saya lakukan saya sudah memotivasinya untuk rajin bekerja tapi dia selalu berlindung di balik penyakitnya yang sebenarnya tidak terlalu parah dan hanya sugestinya saja.
Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalaamu’alaikum wr, wb.
Assalamu’alaikum wr, wb.
Ibu Jesica yang penyabar
Memiliki suami yang sering sakit-sakitan tentu sedih ya bu, namun tenyata selain sedih ibu juga stress karena menurut ibu sang suami hanya tersugesti dengan penyakitnya yang sebenarnya tidak terlampau parah. Akibatnya suami cenderung malas masuk kerja dan seakan tidak peduli bila beliau nantinya dipecat dari pekerjaannya. Sehingga ibu merasa suami seakan-akan justru ‘menikmati’ penyakitnya karena bisa dijadikan alasannya untuk tidak bekerja.
Diusia usia 46 tahun, memang biasanya seorang laki-laki justru tengah menikmati puncak kariernya. Seperti ada istilah yang mengatakan ‘life begin at fourty’. Bila dalam usia matang tersebut suami ibu justru bersikap sebaliknya, cobalah digali penyebab utamanya.
Apabila dugaan ibu sebelumnya benar, kemungkinan besar penyakitnya hanya dijadikan alasan saja. Mungkin saja suami merasa bosan dengan rutinitas pekerjaannya, atau lingkungan pekerjaan yang tidak lagi kondusif baginya. Hilangnya motivasi bekerja suami pasti memiliki alasan lain yang lebih kuat dibandingkan masalah penyakitnya.
Cobalah ibu mengajak suami berdiskusi secara mendalam, mengenai tujuan dalam hidupnya, apa yang sesungguhnya ingin dan telah dicapai dalam pekerjannya, impian-impiannya serta kesulitan apa yang kini tengah dihadapinya. Dalam hal ini ibu sebagai isteri dituntut untuk menjadi teman diskusi dan pendengar yang baik.
Berusahalah memahami kondisi suami, mungkin saat ini suami tengah berada dalam titik jenuh hidupnya, hingga suami kehilangan motivasi, dan daya juangnya. Tugas isteri mendampingi pada saat-saat sulit seperti ini bukan?
Introspeksi diri bagi ibu juga ada baiknya dilakukan lho bu. Bukan tidak mungkin lho, sikap apatis suami merupakan akibat dari perasaan inferioritas dari isterinya yang juga wanita bekerja yang kariernya mungkin lebih bersinar dari suaminya.
Pada akhirnya, peran isteri sangat penting dalam mendampingi dan mengingatkan suami akan tanggung jawabnya dalam keluarga. Salah satu wujud tanggung jawab tentu dengan memberi nafkah lewat bekerja. Bila tugas memberi nafkah sudah diabaikan, apalagi tugas tesebut justru diemban isteri, tentu hal ini menjadi tidak wajar. Apalagi bila tidak disertai alasan yang dibenarkan.
Nah bu, dengan mendiskusikan hal ini bersama suami, insya Allah akan mendapat titik terang dan solusi yang terbaik dari permasalahan ibu dan suami.
Wallahualam bishawab.
Wassalamualaikum wr. wb.