Ass. Wr. Wb
Ibu Siti, saya isteri berusia 27 thn, suami 29 thn. Pekerjaan suami saat ini Penyiar radio swasta di daerah kami, sudah 2 kali dia pindah radio. Dan tidak mau bekerja jika tidak di radio. Selama bekerja di radio dia menyembunyikan identitas pernikahannya di depan kantor dan pendengarnya. Akhirnya banyak pendengarnya yang mengejar-ngejarnya.
Saya mencoba bersabar dan memahami profesinya, tapi Ibu mertua saya malah ikut mendukung anaknya tersebut dengan alasan demi profesi dan pekerjaan. Saya sampai berpikir buruk dengan selalu berdoa, "supaya suami saya tidak mempunyai pekerjaan" Padahal, teman-temannya yang sudah berkeluarga atau yang beru menikah pun tidak melakukan hal seperti itu.
Memang saya tidak ada kecocokan dengan mertua karena beliau terlalu matrealistis, kebetulan saya dari keluarga cukup, akhirnya saya diterima, cuma pikiran saya terlalu buruk pada mereka yang hanya memandang harta. Ibu, tolong bimbingannya dan mengatasi masalah ini. Apa yang harus saya katakan pada suami supaya menghilangkan sifatnya seperti itu. Terima kasih… atas jawabannya.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh
Ibu Rhea yang disayang Allah, pernikahan adalah ibadah. Sehingga dari awal, saat proses masih akan berlangsung atau saat – saat menjalaninya, dan juga tujuan akhir dari pernikahan itu harus sesuai dengan ridho Allah. Saya memahami bahwa Anda bingung dengan sikap suami yang menyembunyikan identitasnya. Padahal Rasulullah saw mewajibkan mengumumkan perkawinan berdasar hadits berikut ini:
Dari Habar bin al-Aswad bahwa Nabi saw bersabda, ”Kumandangkanlah pernikahan dan umumkanlah ia.” (HR ath Thabrani)
Dalam hadits lain juga disebutkan; Muhammad bin Hathib al-Jamhi berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Perbedaan antara yang halal dan yang halal ialah adanya rebana dan suara.”
Habar bin al-Aswad mengawinkan anak perempuannya, sedang di sisi mereka ada gendang dan beberapa rebana. Kemudian Rasulullah saw keluar lalu beliau mendengar suara, kemudian bertanya, ”Ada apa ini?” Orang-orang menjawab, ”Habar mengawinkan anak perempuannya.” Lalu beliau bersabda, ”Kumandangkanlah pernikahan, kumandangkanlah pernikahan! Ini pernikahan, bukan perzinaan.” (HR Ibnu Majah)
Pengumuman pernikahan ini sesungguhnya memiliki beberapa hikmah, di antaranya agar tak timbul fitnah, agar mereka terjaga dari godaan yang mungkin menimpa rumah tangga mereka karena ketidaktahuan publik bahwa mereka sudah menikah dan juga agar lebih memudahkan timbulnya suasana sakinah, mawaddah wa rahmah sebab tak ada lagi was-was yang menyertai mereka.
Ibu Rhea yang dirahmati Allah, salah satu sebab timbulnya kebahagiaan dalam keluarga adalah adanya kejujuran antara suami dan isteri yang disertai dengan keridhoan terhadap banyak hal yang dilakukan pasangannya. Maka Ibu, kalau boleh saya mengevaluasi kasus ibu, ibu tak ridho ketika suami ibu menyembunyikan status pernikahannya dengan alasan agar penggemarnya tak menjauh darinya.
Sesungguhnya Bu, saya sepakat dengan ibu. Cuma yang perlu dipikirkan adalah cara ibu membicarakan perasaan ibu kepadanya. Seserius apa ibu membicarakannya? Apakah suasana yang ibu rancang untuk pembicaraan itu mendukung? Misalnya tidak gaduh, tidak dalam suasana yang sedang lelah, tidak terburu-buru atau tidak disertai dengan emosi.
Apakah dia juga sudah siap berbagi hati dengan ibu? Apakah ibu juga sudah menyiapkan diri untuk mendengar dan tak hanya berbicara? Bukankah Allah menciptakan dua telinga dan satu mulut agar kita lebih banyak mendengar dibanding berbicara? Jadi ibu perlu merancang ’komunikasi hati’ yang mendalam baik dari sisi internal ibu atau sisi suami ibu. Bisa pula ibu mengajaknya berjalan-jalan ke tempat yang disukainya atau makan berdua di rumah makan favoritnya.
Saya yakin, sejak ibu menjadi isterinya ibu sudah mulai mengenali kebiasaannya, apa yang disukainya dan apa yang tak disukainya. Apa yang bisa membuatnya tertawa dan apa yang membuatnya tak gembira. Perbanyaklah menciptakan hal yang menggembirakan dan minimalkan hal-hal yang tak membuatnya berkenan. Ibu tentu masih ingat, apa yang membuatnya memutuskan untuk menikahi ibu. Perkuatlah modal awal itu agar tumbuh di hatinya bahwa ibu adalah yang terbaik.
Setelah tak ada lagi masalah komunikasi, mulailah ibu mengajaknya untuk menimbang baik buruknya keputusannya. Ajaklah ia untuk mengenali bahwa problemnya akan makin ruwet kalau akhirnya pendengar dan penggemarnya tahu bahwa ia sudah menikah dari berita yang didapat dari orang lain. Tentu kejujuran akan lebih dihargai daripada kebohongan kan, Bu? Dan sadarkan pula, bahwa mungkin akan timbul fitnah kalau ada penggemarnya yang datang ke rumah dan tahu ada ibu di sana, bisa-bisa disangka ibu sebagai pasangan tak sahnya kan, kalau ia tak mau mengaku bahwa ia sudah menikah?
Tanyakanlah juga, berapa lama ia akan menyembunyikan statusnya?
Sebaiknya juga, ibu perlu memperkuat sisi-sisi religius dalam keluarga ibu, lewat majelis taklim, banyak membaca atau interaksi dengan mereka yang mengamalkan agama secara baik. Pemahaman dan pengamalan agama yang baik adalah benteng bagi keimanan ibu.
Tentang ibu mertua, saya yakin kalau ibu dan suami sudah sehati, insya Allah keputusan ini adalah yang paling kuat. Dan ibu mertua anda tak akan banyak berpengaruh. Bagaimanapun, sekarang ini, ia juga ibu anda. Makanya, tutupilah aibnya. Lupakanlah bahwa ia punya stigma negatif yang ibu tak sukai. Alhamdulillah kalau kehadiran ibu di hidupnya bisa membuatnya menjadi lebih baik. Selamat berda’wah pada suami dan mertua, Bu Rhea…teriring do’a akan dimudahkan Allah swt. Jangan cepat menyerah ya Bu!
Wallahu a’lam bish-shawab
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Bu Urba