Bu ustadzah, saya baru menikah 6 bulan yang lalu. Namun memasuki bulan ke 5, saya mendapati suami saya selingkuh dengan mantan pacarnya. Saya tadinya mencoba untuk memperbaiki, karena mungkin karena faktor jauh (Jakarta – Purwokerto), dia melakukan hal tersebut. Namun rupanya nasi telah menjadi bubur. Saat saya ajak komunikasi, dia tidak mau melepaskan kontak dengan mantannya tersebut, yang membuat sampai sekarang saya dilema terus. Namun dia juga bilang, cuma saya satu-satunya yang disetujui keluarganya.
Saya sedih, Bu. Mantannya tersebut masih gadis (4 tahun di bawah saya/22 tahun), sedangkan suami saya 10 tahun di atas saya (36 tahun). Saya takut poligami, Bu. Bahkan sampai sekarang saya tidak pernah disentuhnya.
Pertanyaan saya:
1. Apa yang harus saya lakukan? Saya sudah mencoba komunikasi baik-baik dengan suami saya bahwa saya sangat sakit hati dengan sikapnya dan berharap dia berubah, namun belum ada perubahan sampai sekarang (namun hal yang membuat saya menyesal adalah saya pernah mencoba minggat untuk pulang ke Jakarta saking ga kuat menahan kekecewaan).
2. Bila cerai, apa hukumnya jika belum pernah berhubungan (saya masih v..)?
3. Kalo menurut ibu, apakah saya tetep bertahan dengan siap dengan kondisi seperti ini dengan berharap bisa berubah di kemudian hari, atau lebih baik cerai? Jujur bu, saya merasa tidak bahagia dengan kondisi ini… Saya tidak merasakan cinta selama ini
Ibu Galuh yang sedang mendapat ujian Allah swt.,
Allah swt. Berfirman yang kurang lebih artinya:”Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang yang mempunyai keuntungan besar.”( Q S Fushshilat 34-35)
Ayat di atas mudah-mudahan menjadi taujihat Rabbaniy (arahan ilahiyah) bagi kita, khususnya Ibu Galuh yang sedang dirundung problema.
Pertama-tama saya turut prihatin dengan masalah yang Ibu alami.
Waktu 5 atau 6 bulan pernikahan sungguh usia pernikahan yang relatif singkat, ya Bu. Biasanya usia ini masih diwarnai suasana indah di satu sisi, namun juga menjadi masa krusial dalam proses adaptasi. Tetapi untuk perjalanan pernikahan yang selalu berproses terus, maka waktu itu ibarat titik, ia masih harus bergabung dengan sejumlah titik yang tak berhingga agar warnanya makin kentara. Ia masih terlalu sedikit bila dianggap sebagai data pernikahan sehingga belum layak untuk diambil kesimpulan apakah pernikahan Ibu akan sakinah atau sebaliknya. Banyak faktor yang berperan di sini, misalnya kemauan suami untuk berubah, usaha Anda yang kuat untuk memaafkan dan menjadi pahlawan, dan factor-faktor eksternal lain, terutama pertolongan dari Allah swt.
Ibu Galuh, Anda dapat introspeksi sejenak. Mundurlah sedikit ke belakang, ke proses pernikahan awal dahulu…sayangnya Ibu tak banyak memberi gambaran bagaimana sesungguhnya awal proses pernikahan Ibu dulu. Ketika Ibu memutuskan menikah dengannya, apakah Ibu sudah tahu tentang ikatan yang masih terjalin antara suami dengan wanita lain? Apakah memang ada keterpaksaan suami dalam menjalankan pernikahan ini? Atau dari Anda sendiri terasa ragu-ragu dengan mengatakan bahwa Anda sebenarnya tidak mencintai suami? Kalau ternyata jawabannya “benar”, ini adalah sinyal yang berharga….yakni sinyal tentang pentingnya fondasi kokoh dalam pernikahan. Ini merupakan sebuah pelajaran berharga bagi adanya dampak negatif pernikahan yang dilandasi keterpaksaan. Para orang tua hendaklah bersikap bijak dalam pemilihan menantu, janganlah bersikap otoriter, karena yang akan dikorbankan adalah nasib sang anak dan menantu. Harga diri, perasaan, kehormatan dipertaruhkan di kemudian hari. Perlu keikhlasan dan kesucian landasan dalam pemilihan jodoh, sehingga tak menyesal di kemudian hari.
Ibu Galuh, Anda sendiri bisa melakukan penilaian, seberapa kuat fondasi pernikahan Anda. Adakah IMAN berperan sebagai visi hubungan Anda dengan pasangan? Sehingga ketika ada problem, maka keduanya akan kembali pada aturan Allah swt?! Kini andapun yang layak menilai, seberapa serius suami Anda menjalankan fungsinya sebagai suami. Nah…kalau selama lima bulan ini bahkan suamipun tak ”menyentuh Anda”, ini adalah salah satu fenomena yang perlu direnungkan, dari sudut positif maupu negatifnya. Dari sudut positifnya, ini adalah keuntungan bahwa Anda masih virgin dan suami tidak menggunakan kesempatan ini untuk menghancurkan anda; tentu dari segi negatifnya..Anda sebagai istri nampak dinafikan. Tapi yakinlah Ibu, Allah swt memberi hikmah yang terbaik atas kejadian ini.
Ibu Galuh, saya tak berhak menjawab secara hukum, karena bidang dan kompetensi saya yang terbatas dalam masalah ini. Saya sarankan untuk problem yang. terkait hukum syar’iy, lebih tepat dikonsultasikan di rubrik Ustadz Menjawab. Timbang-timbanglah maslahat dan madharat jika Anda terus atau bercerai dengan suami.
Saat ini, hari-hari Anda mungkin akan diwarnai dengan emosi negatif seperti kecewa, kesal, marah…tidak bahagia…sekali lagi, ini wajar dan manusiawi, Ibu Galuh. Namun energi negatif ini akan membuat hidup tidak produktif jika dibiarkan dan tidak dikelola. Bangunlah jembatan komunikasi yang sehat, komunikasi antara dua orang dewasa, yang sedang mencoba merenda hari-hari ke depan dengan win-win solution. Tak bijak merespon secara emosional dengan ngambeg, bukan? Bukan saja masalah tidak selesai, tetapi malah bertambah kusut. Mintalah selalu petunjuk Allah, Ibu Galuh. Dia lah pemberi solusi terbaik.
Teriring do’a tulus, semoga suami mau bekerjasama untuk merenda perkawinan ke depan dengan lebih bermakna. Amin.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu
Bu Urba