Assalamu’alaikum Wr. Wb
Ibu yang baik, sekarang saya sedang bingung dalam memutuskan bercerai atau tidak dengan suami saya. Saya menikah sudah 5 tahun punya 1 anak, terus terang bu kalau mengingat perlakuan suami terhadap saya selama ini inginnya saya berpisah saja, tapi kalau ingat anak rasanya kok berat.
Suami sering marah tanpa sebab dan kalau marah di depan anak-anak, pernah saya dipukul berkali-kali di depan anak-anak hanya karena dia merasa saya telah menginjak-injak harga dirinya, duh bu sakit rasanya hati saya, bila saya mengajak bicara baik-baik tetap saja saya yang salah dimatanya, dan bisa-bisa saya malah tambah dipukul dan dicaci maki, perlakuan itu tidak hanya sekali dua kali.
Dia sangat cemburu, setiap hari dia selalu mengecek HP saya, dan menanyakan siapa saja yang menelepon saya dengan detail, bila di hp itu ditemukan nomor yang baru dia langsung bertanya dengan menyelidik siapa yang telepon.
Saya harus melaporkan kegiatan saya setiap saat kepadanya, ke mana saya pergi, dengan siapa, dan mau apa. itu semua harus dikatakan kepadanya, bila saya lupa dia pasti langsung marah dan memaki-maki saya.
Ibu, terus terang saya sudah nggak tahan tapi saya takut kalau saya bilang cerai pasti saya akan dipukulnya, apa yang harus saya lakukan bu.
Saya menikah karena dijodohkan ibu saya, dan saya menahan selama ini karena saya tidak mau menyakiti hati ibu dan keluarga saya, tapi sekarang saya sudah tidak tahan bu, tolong saya bu saya harus gimana.
Kalau saya yang harus mencoba memahami suami tapi suami sendiri tidak pernah mau memahami saya, dia selalu mau menang sendiri, bila saya kritik dia bilang " saya ya begini tidak bisa dirobah kalau kamu mau silakan" tapi dia selalu minta saya tuk mengikuti keinginannya,
Bu tolong saya ya bu.
Assalamualaikum wr.wb
Ibu Santia yang sedang bingung, semoga Allah memberi petunjuk
Mendengar cerita ibu, saya turut prihatin dan ikut merasakan kepedihan yang ibu rasakan. Bagaimana tidak, suami yang diharapkan dapat membimbing dan melindungi kita dengan penuh kasih sayang, dengan tega melakukan kekerasan kepada kita. Tidak bisa dibayangkan rasanya, apalagi hal tersebut dilatarbelakangi cemburu buta.
Yang lebih memprihatinkan adalah kekerasan itu pernah dilakukan di hadapan anak-anak. Tentunya kejadian itu dapat dijadikan pengalaman yang tidak menyenangkan dan mungkin dapat mempengaruhi perkembangan jiwanya.
Hubungan suami isteri sesungguhnya adalah wajar apabila sekali-kali dibumbui rasa cemburu, karena cemburu itu kan tandanya cinta kan bu?
Namun bila cemburu itu berlebihan, tentunya akan mengarah pada perilaku yang negatif dan cenderung paranoid atau kecurigaan berlebihan tanpa alasan yang jelas dan bertindak posesif terhadap pasangan. Misalnya membatasi pergaulan isteri dan melarang keluar rumah tanpa alasan jelas serta menyelidiki aktivitas harian ibu seperti seorang mata-mata mengenai apa saja yang dilakukan sang isteri, hal itu sepertinya mirip dengan apa yang dilakukan suami ibu bukan? Karenanya saya dapat mengerti betapa kehidupan ibu dibatasi oleh suami yang tampaknya selalu curiga karena cemburu.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi apabila salah satu atau masing-masing pihak kurang memahami hak dan kewajibannya sebagai seorang suami atau isteri, tampaknya perlu diingatkan kembali beserta tujuan ketika dahulu akan menikah.
Dari cerita ibu, dulu ibu menikah karena dijodohkan orangtua sehingga tampaknyaibu menikah bukan karena cinta.Ibu juga mengaku selama ini bertahan hanya karena tidak ingin menyakitidiri dan keluarga. Mungkin hal itu disadari oleh suamiibu sehingga membuat suami menjadi pencemburu. Rasa cintanya padaibu bisa membuatnya menjadi posesif, karena merasa takut kehilanganibu. Apabila dugaan saya benar hal itu bisa menjadi alasan mengapa sikapnya demikian selama ini terhadap ibu.
Karena itu cobalah komunikasikan baik-baik dengan suami, pilihlah suasana yang tepat untuk saling mengingatkan hak dan kewajiban berdua sebagai suami isteri, tanpa saling menyalahkan. Kemudian saling introspeksi diri, apakah selama inisebagai isteri ibu telah menjalankan hal tersebut dengan baik, apakah tindakan suami juga merupakan akibat dari sikapibu, begitu juga sebaliknya.
Mintalah pendapatnya mengenai hal tersebut, dan hendaklah ibu berdua saling mendengarkan keinginan masing masing, agar dapat saling memahami. Ingatkan kembali tujuan pernikahan anda berdua, serta masa depan anak-anak anda. Insya Allah bila dilakukan dengan cara yang baik dan suasana yang tepat suami dapat diajak berkompromi.
Bila jalan komunikasi tidak efektif dan kekerasan fisik yang ibu alami sudah termasuk kategori membahayakan keselamatan dan perkembangan jiwa anak-anak, saya dapat memahami keputusan ibu untuk berpisah. Karena wanita manapun tidak ingin selalu dicekam kecemasan dan ketakutan menghadapi perlakuan suami yang pemarah dan pencemburu.
Namun tampaknya itu juga bukan hal yang mudah karenaibu beralasan khawatir akan menyakitidiri dan keluarga. Di samping itu juga ibu sepertinya takut untuk menyampaikan permintaancerai kepada suami, karenaibu menduga pasti akan dipukulnya kan?
Dan memang cerai bukan solusi, melainkan menciptakan masalah baru. Sesuatu yang telah membuat kebanyakan orang menyesal pada akhirnya. Pengalaman buruk perkembangan anak yang tanpa dosa harus menerima dampak negatif perceraian dari orang tuanya, perlu ibu pikirkan matang-matang. Kalau hanya menuruti hawa nafsu, pastilah semua orang di dunia ini sudah cerai.
Jadi saran saya, doakan suamiibu agar dibukakan hatinya untuk mengubah sikapnya sehingga anda dapat menjalani kehidupan rumah tangga yang lebih baik. Karena bagaimanapun perceraian itu adalah sesuatu yang halal namun dibenci Allah. Karena perceraian diperbolehkan sebagai pintu darurat bagi pasangan yang tidak mungkin disatukan lagi dalam ikatan suci pernikahan.
Karenanya sebelum mengambil keputusan pertimbangkanlah baik buruknya, dengan kepala dingin dan pikiran yang jernih. Insya Allah semoga anda dapat melewati ujian ini.
Wallahu’allam Bishshawab.