Suami saya seorang katolik dari keluarga batak yang fanatik, sebelum kami menikah, dia menjadi mualaf. Saya tidak merasa memaksa dia ketika menjadi mualaf, tapi hal ini mungkin berbeda dg yang dia dirasakan dulu karena saya tidak akan menikah bila kami berbeda agama.
Keluarga suami, terutama orangtuanya tidak setuju bahkan tidak hadir pada saat akad nikah. Pada awal pernikahan kami, suami saya rajin beribadah bahkan puasa pada saat ramadhan.
Namun 2 minggu lalu (setelah hampir 4 tahun pernikahan kami ) dia memberitahu saya bahwa dia berkeinginan kembali ke agamanya yang dulu, karena desakan hatinya yang merasa bersalah kepada orang tuanya (karena sampai sekarang mereka tidak tahu kalau anaknya seorang muslim). Hubungan saya dan keluarganya baik karena saya telah dikaruniai anak laki-laki yang lucu (cucu pertama mereka) yang belakangan ini didesak agar segera dipermandikan (baptis) oleh opungnya.
Saya tidak dapat memaksa kehendak saya kepada suami agar tetap memeluk agama Islam, dan saya pun ikhlas bila harus bercerai. Namun suami tidak mau bercerai, dia sangat menyayangi anaknya dan masih mencintai saya (dia tidak lagi mengerjakan ibadah sebagai layaknya seorang muslim).
Apa yang harus saya lakukan….? Apakah saya harus tetap bertahan dengan harapan suami akan kembali mendapat hidayah?
Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh,
Ibu UGS yang disayang Allah, memang berat ya Bu, menghadapi suami yang tiba-tiba ingin kembali ke agamanya yang dulu. Padahal, Ibu merasa tak pernah memaksa waktu dia menikahi Ibu.
Ibu, berkali-kali di rubrik ini, saya menyarankan untuk tak bercerai buat para isteri yang ingin bercerai karena problem yang menimpa mereka. Karena problem-problem itu sesungguhnya tak menyentuh masalah-masalah asasi, yaitu masalah aqidah. Sedangkan untuk masalah aqidah, sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mempunyai aturan yang pasti. Yaitu, wanita muslim tak boleh dinikahi oleh laki-laki non muslim. Sesungguhnya pernikahan mereka otomatis menjadi batal bila laki-laki tersebut secara jelas mengakui murtad. Ibu turut prihatin dengan kondisi ini.
Apakah suami Ibu masih bisa dinasihati baik-baik agar kembali mendapat hidayah Islam. Biasanya mualaf memang keimanannya masih sering goyah, apalagi jika motivasi awal tidak kuat. Sering-seringlah ajak ikut pengajian atau cara lainnya agar suami mendapat siraman rohani tatkala merasa bimbang. Jika sudah tidak ada jalan, maka apa boleh buat bahwa perceraian adalah jalan terbaik.
Selain dilarang Allah swt. menjalin ikatan dengan laki-laki musyrik maka juga dikahawatirkan akan mempengaruhi pendidikan anak-anak. Kuatkan aqidah anak-anak, minta bantuan kaum muslimin yang lain untuk menguatkan aqidahnya, terutama sedini mungkin, misalnya ikut TPA atau kegiatan keIslaman yang lain untuk anak-anak Anda.
Perempuan muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki selain muslim, baik itu kalangan ahli kitab ataupun lainnya (misalnya animist, atheist) dalam situasi dan keadaan apapun, sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al-Baqarah: 221, yang kurang lebih artinya:”Jangan kamu kawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu masuk Islam”.
Demikian pula disebutkan tentang kisah perempuan mu’minah yang turut hijrah ke Madinah:
”Kalau sudah yakin mereka itu perempuan-perempuan mu’minah, maka janganlah dikembalikan kepada orang-orang kafir, sebab mereka itu tidak halal bagi orang kafir dan orang kafirpun tidak halal bagi mereka (para mu’minah)” (QS Mumtahanah: 10).
Dalam ayat tersebut tidak ada pengecualian tentang ahli kitab (Yahudi & Nasrani), oleh karena itu hukum tersebut berlaku juga bagi laki-laki ahli kitab yang mana mereka itu tidak halal bagi wanita mu’minah. Semoga Allah swt. Memberi solusi terbaik atas masalah yang menimpa Ibu dan keluarga Ibu.
Wallahu a’lam bisshawab,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Bu Urba