Assalamualaikum Ibu Anita,
Ibu, maaf bila saya mengirim pertanyaan lagi kepada Ibu, sebab saya benar-benar sedang kalut dengan permasalahan saya ini. Ini melanjutkan pertanyaan saya sebelumnya yang berjudul ‘Prasangka Buruk Terhadap Suami’.
Ternyata prasangka saya benar bu, suami saya main gila dengan perempuan lain, bukti-bukti sudah ada dan banyak saksi, tapi dia maupun perempuan itu tidak mau mengaku. Bahkan keduanya yang satu kantor sudah dipanggil oleh atasan tapi tidak ada efek jera terhadap keduanya. Mereka malah semakin berani sembunyi-sembunyi, menurut mertua saya (suami di kota lain tinggal dengan mertua), dia selalu pulang minimal jam 11 malam.
Dua minggu yang lalu dia berniat menceraikan saya, alasannya sejak awal pernikahan hingga detik ini, dia tidak mencintai saya, dan tidak pernah bisa mencintai saya. Kalaupun ada yang membuat dia bertahan ya karena adanya anak kami. Tapi sekarang pertahanannya sudah jebol, tentunya karena ada perempuan lain itu. Bahkan perempuan itu berani menasihati saya bahwa dia kasihan lihat saya menikah dengan orang yang tidak mencintai saya. Dia juga bila bahwa dia dulu bercerai dengan suaminya dan membawa 2 anak yang masih kecil-kecil karena alasan yang sama, suaminya tidak mencinta dia.
Duh Ibu, saya benar-benar tidak kuat menghadapi semua ini, saya benar-benar blank menjalani kehidupan sejak 2 minggu yang lalu itu. Saya di kantor tidak konsen dan lebih banyak melamun. Jujur saja bu, saya tidak ingin berpisah dengan suami saya, saya ingin menjalani kehidupan yang normal bersama anak saya. Tapi saat saya utarakan hal tersebut kepada suami, dia malah bilang "kalaupun nanti kembali tidak akan menutup kemungkinan saya akan berbuat seperti ini lagi." Ibu hati saya benar-benar serasa disayat-sayat.
Mungkin kebanyakan orang akan menyarankan saya untuk bercerai, sebab terus terang dari segi penghasilan saja, saya tiga kali lebih besar dari pada dia, dan wanita mana sih bu yang mau disakiti terus?? Tapi saya tidak bisa seperti itu, saya mencintai suami saya, sangat, saya takut menjadi single parent, saya takut jadi janda, saya takut dengan omongan orang-orang di sekitar saya. Saya benar-benar depresi Ibu, mungkin bila ibu ketemu saya, ibu tidak akan pernah melihat tanda-tanda depresi. Tapi saya benar-benar memendam dalam hati dan hanya dihadapan Allah saya berkeluh kesah, saya menangis sejadi-jadinya. Setelah itu memang perasaan jadi tenang, tapi bila ingat lagi ketidakadilan yang dilakukan suami terhadap saya dan anak saya, saya jadi galau lagi dan bahkan saya maunya nekat saja mendatangi kantor suami saya untuk melabrak keduanya di depan pimpinannya.
Bu, sabtu ini dia akan kasih keputusan, apakah akan kembali atau berpisah. Tapi melihat dari gelagatnya selama ini, dia memang cenderung untuk berpisah. Ibu bisa kan membayangkan suasana hati saya saat ini? Saya mohon nasihat dari Ibu, apa yang sebaiknya saya lakukan dalam menghadapi semua ini. Bagaimanakah saya harus bersikap terhadap suami. Ibu saya benar-benar ketakutan sekarang….
Mohon tanggapan dari Ibu, dan terima kasih saya ucapkan sebelumnya.
Wassalam,
Dekamilia
Assalammu’alaikum wr. wb.
Ibu Dekamilia yang penyabar,
Tidak mudah memang menerima kenyataan bahwa pasangan lebih mencintai wanita lain daripada ibu sebagai isterinya, apalagi kemudian hal tersebut berlanjut dan mengancam keutuhan rumah tangga.
Tentunya ibu merasa sangat cemas dengan situasi ini karena khawatir jika harus menjadi janda dengan bayangan akan tekanan lingkungan sosial terhadap seorang janda. Dan nampaknya ketakutankehilangan orang yang dicintai serta kecemasan akan perubahan status demikian menekan ibu, sehingga membuat ibu merasa kalut dan depresi saat ini.
Dalam kondisi tertekan seringkali otak emosional kita berperan besar dalam mempengaruhi sikap dan pemikiran kita, sehingga cenderung menuntun untuk melakukan tindakan yang irrasional.
Karenanya saat ini sebaiknya ibu berhati –hati dalam mengambil keputusan ataupun bertindak. Keinginan besar untuk melabrak suami dan semacamnya belum tentu akan merubah situasi menjadi sesuai dengan apa yang ibu inginkan. Mencoba untuk selalu berkepala dingin merupakan hal yang harus diusahakan agar tidak salah dalam melangkah.
Saya memahami besarnya cinta ibu kepada suami dan kecemasan ibu untuk menjadi janda. Berat memang menerima kenyataan jika memang harus diceraikan. Pastilah ibu akan merasa terluka dan tersakiti jika keputusan tersebut harus diterima.
Dalam kondisi demikian memang tak ada yang lain yang dapat dilakukan selain mencoba bersikap pasrah kepada Allah yang memiliki segala kekuatan untuk membuat ibu tabah menghadapi semuanya. Ingatkan kembali diri ibu bahwa semua yang ada pada ibu saat ini adalah milik Allah dan dapat diambil kapanpun diinginkan-Nya dan dengan cara apapun.
Jadi saran saya yang pertama cobalah untuk bersikap pasrah dan ikhlas dengan menguatkan kembali keimanan kita kepada Allah atas apapun yang akan diterima nantinya. Kedua jika ibu memang tidak ingin menjadi janda maka tawarkanlah kemungkinan untuk terjadinya poligami, artinya ibu rela untuk dimadu dengan segala konsekuensinya.
Dan terakhir bu, jika suami tetap memutuskan untuk menceraikan ibu maka tetaplah bersikap tegar dan berprasangka baiklah kepada Allah bahwa itu memang yang terbaik saat ini.
Janganlah terlalu takut akan perubahan, karena perubahan tidak selalu lebih buruk. Ada juga wanita yang menjadi single parents namun berhasil dalam mendidik anak-anaknya dan terjaga juga kehormatannya di masyarakat. Menjadi janda mungkin bukanlah pilihan bagi seorang wanita namun jika akhirnya mau tidak mau harus menyandang status itu maka terimalah dengan keikhlasan, selama wanita itu menjaga diri dan kehormatannya maka orang lain pun akan menjaga sikapnya.
Bukankah isteri-isteri nabi pun menjadi janda setelah kematian Rasulullah? Namun mereka tetap menjadi wanita yang mulia karena mereka menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada Allah dan Allah pun menjaga kemuliaan mereka. Wallahu’alambishshawab.
Wassalammu’alaikum wr. wb. Rr Anita W.