Kasus I:
Assalamu’alaikum,
Bu, sebenarnya ini masalah yang menimpa kakak perempuan saya yang sewaktu menikah 20 tahun yll suaminya menjadi mualaf, namun setelah 17 tahun menikah kakak ipar saya ini kembali menjadi pemeluk agama Katholik (agama yang semula dianutnya). Sejak itu kakak saya tidak mau melayani suaminya sebagaimana hubungan suami isteri, namun tetap satu rumah demi menjaga perasaan 3 anaknya yang masih remaja.
1. Bagaimana status pernikahan kakak saya sekarang? Apakah dalam agama kita ini sudah dianggap bercerai?
2. Bagaimana hukumnya hidup bersama suami yang non muslim???
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Tata Irawan
Kasus II:
Mbak, ibu nikah lagi sama orang Kristen ibu juga sudah mulai ikut kegiatan mereka. Masalahnya saya juga gak bisa berbuat apa-apa karena saya tinggal di luar kota. Saya mesti gimana mba’?
Tati
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,
Adik Tata Irawan dan Adik Tati yang Ibu sayangi,
Ibu turut prihatin dengan kondisi yang menimpa kakak dan Ibu Anda. Untuk adik Tata Irawan coba bicarakan baik-baik dengan Kakak apakah suaminya masih bisa dinasihati baik-baik agar kembali mendapat hidayah Islam. Biasanya mualaf memang keimanannya masih sering goyah, apalagi jika motivasi awal tidak kuat. Sering-seringlah ajak ikut pengajian agar kaka ipar mendapat siraman rohani tatkala merasa bimbang.
Jika sudah tidak ada jalan, maka apa boleh buat bahwa perceraian adalah jalan terbaik. Jangan digantung tetap serumah tetapi berbeda aqidah. Selain dilarang Allah swt. menjalin ikatan dengan laki-laki musyrik maka juga dikahawatirkan akan mempengaruhi pendidikan anak-anak.
Untuk Adik Tati, cerita adik yang singkat di atas kurang dapat menggambarkan apa latar belakang Ibu dan mengapa bisa menikah dengan orang Kristen. Katakanlah Ibu sudah janda kemudian punya hak menikah lagi, apakah selama ini tidak ada/ kurang kepedulian dari keluarga besar termasuk anak-anaknya memberi masukan tentang suami yang baik untuk Ibu?
Adik Tata Irawan & Adik Tati yang dirahmati Allah swt.
Perempuan muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki selain muslim, baik itu kalangan ahli kitab ataupun lainnya (misalnya animist, atheist) dalam situasi dan keadaan apapun, sebagaimana firman Allah swt dalam QS Al-Baqarah: 221, yang kurang lebih artinya:
”Jangan kamu kawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik sehingga mereka itu masuk Islam”.
Demikian pula disebutkan tentang kisah perempuan mu’minah yang turut hijrah ke Madinah:
”Kalau sudah yakin mereka itu perempuan-perempuan mu’minah, maka janganlah dikembalikan kepada orang-orang kafir, sebab mereka itu tidak halal bagi orang kafir dan orang kafirpun tidak halal bagi mereka (para mu’minah)” (QS Mumtahanah: 10).
Dalam ayat tersebut tidak ada pengecualian tentang ahli kitab (Yahudi & Nasrani), oleh karena itu hukum tersebut berlaku juga bagi laki-laki ahli kitab yang mana mereka itu tidak halal bagi wanita mu’minah.
Nah, kepada Adik Tati sebagai anak cobalah ingatkan Ibu Anda; jauhnya jarak Anda dengan Ibu tetap tidak menghapus kewajiban Anda melakukan amr ma’ruf nahy munkar, tentu dengan cara yang baik. Kalau ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan Ibu maka beri pemahaman, bisa melalui buku-buku atau kaset ceramah agar Ibu sadar akan perbuatannya.
Kadang beratnya persoalan yang diderita seorang Ibu (janda) membuatnya membutuhkan seorang pelindung. Mereka butuh perhatian, termasuk dari anak-anaknya meski sudah berlainan kota. Nah kalau pelindung ini dia dapatkan dari laki-laki non-muslim tentu hal yang tidak kita inginkan. Mungkin Anda membutuhkan bantuan dari keluarga besar, seperti paman atau orang-orang yang sekiranya dapat mengingatkan Ibu tentang masalah ini. Tariklah Ibu Anda kembali pada aqidah yang lurus, jangan sampai tertarik dan bahkan ikut menolong aqidah agama lain.
Semoga Allah swt. memberi Anda berdua kemudahan mengingatkan Ibu dan Kakak. Amin..
Wallahu a’lam bissshawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ibu Urba